BAB II
ISI
1.
Aspek Legalitas
Apotek
A.
Apotek
1)
Definisi Apotek
Menurut Peraturan Menteri No.1332/Menkes/SK/X/2002, yang menyatakan bahwa
apotek adalah salah satu tempat tertentu, tempat dilakukannya pekerjaan
kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi dan perbekalan farmasi kepada
masyarakat.
Menurut PP no. 51 tahun 2009 pasal 1 ayat 13 Apotek adalah sarana pelayanan
kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker.
2)
Peraturan Perundang-Undangan tentang Apotek.
Dalam rangka
menunjang pembangunan nasional di bidang kesehatan perlu dikembangkan peraturan
yang baik mengenai pengelolaan apotek, sehingga pemerintah dapat mengatur dan
mengawasi persediaan, pembuatan, penyim-panan, peredaran, pemakaian obat dan
perbekalan farmasi.
Pada peraturan
pemerintah No 25 tahun 1980 tentang apotek :
·
Pasal 3
Apotek dapat
diusahakan oleh :
a.
Lembaga atau
instansi bukan pemerintah dengan tugas pelayanan kesehatan di pusat dan di
daerah.
b.
Perusahaan
milik negara yang ditunjuk oleh pemerintah.
c.
Apotek yang
telah mengucapkan sumpah dan telah memperoleh izin kerja dari Menteri
Kesehatan.
·
Pasal 5
Untuk mendirikan apotek harus ada izin
dari Menteri Kesehatan yang menetapkan ketentuan-ketentuan mengenai :
a. Syarat-syarat kesehatan dari ruangan (tempat) Apotek.
b. Alat-alat perlengkapan dan obat-obatan yang diperlukan
untuk menjalankan pekerjaan kefarmasian.
c. Hal-hal lain
yang dianggap perlu.
Pertanggung jawaban teknik farmasi sebuah apotek terletak
pada seorang Apoteker yang telah mengucapkan sumpah dan telah memperoleh izin
kerja dari Menteri Kesehatan.
Agar dapat melakukan usaha-usaha di bidang farmasi dan
pekerjaan kefarma-sian sebuah apotek harus memiliki Surat Izin Apotek (SIA)
yaitu surat yang diberikan oleh Menteri Kesehatan kepada Apoteker atau Apoteker
bekerja sama dengan pemilik sarana untuk menyelenggarakan apotek di suatu
tempat tertentu. Izin apotek berlaku untuk seterusnya selama apotek yang
bersangkutan masih aktif melakukan kegiatan dan Apoteker Pengelola Apotek dapat
melaksanakan pekerjaannya dan masih memenuhi persyaratan.
3) Persyaratan Apotek
Untuk menciptakan sarana pelayanan kesehatan yang
mengutamakan kepentingan masyarakat, maka apotek harus memenuhi syarat yang
meliputi lokasi, bangunan, perlengkapan apotek, perbekalan farmasi dan tenaga
kesehatan yang harus menunjang penyebaran dan pemerataan pelayanan kesehatan
kepada masyarakat tanpa mengurangi mutu pelayanan. (SK Menkes RI No.
278/Menkes/SK/V/1981).
·
Lokasi
Lokasi
apotek sangat berpengaruh terhadap maju mundurnya usaha, sehingga lokasi apotek
sebaiknya berada di daerah yang:
a. Ramai
b. Terjamin keamanannya
c. Dekat dengan rumah sakit / klinik
d. Sekitar apotek ada beberapa dokter
yang praktek
e. Mudah dijangkau
f. Cukup padat penduduknya
·
Bangunan
Bangunan
apotek harus mempunyai luas secukupnya dan memenuhi persyaratan teknis, sehingga
dapat menjamin pelaksanaan tugas dan fungsi apotek serta memelihara mutu
perbekalan kesehatan di bidang farmasi.
Luas
bangunan apotek sekurang-kurangnya 50 M2 terdiri dari ruang tunggu,
ruang peracikan dan penyerahan obat, ruang administrasi, ruang penyimpanan
obat, dan tempat pencucian alat.
Bangunan
apotek harus mempunyai persyaratan teknis sebagai berikut :
a. Dinding harus kuat dan tahan air,
permukaan sebelah harus rata, tidak mudah mengelupas dan mudah dibersihkan.
b. Langit-langit harus terbuat dari
bahan yang tidak mudah rusak dan
permukaan sebelah dalam berwarna terang.
c. Atap tidak boleh lembab, terbuat
dari genteng, atau bahan lain yang memadai.
d. Lantai tidak boleh lembab, terbuat dari
ubin, semen, atau bahan lain yang memadai.
e. Setiap apotek harus memasang papan
pada bagian muka apotek, yang terbuat dari papan, seng atau bahan lain yang
memadai, sekurang-kurangnya berukuran
panjang 60 cm, lebar 40 cm dan tinggi huruf 5 cm dan tebal 5 mm.
·
Perlengkapan Apotek
Apotek
harus memiliki perlengkapan sebagai berikut :
a. Alat pembuatan, pengelolaan dan
peracikan obat / sediaan farmasi.
b. Perlengkapan dan alat penyimpanan
khusus narkotika dengan ukuran 140 x 80 x 100 cm dan terbuat dari kayu.
c. Kumpulan peraturan
perundang-undangan yang bersangkutan dengan apotek, Farmakope Indonesia dan
Ekstra Farmakope Indonesia edisi terbaru serta buku lain yang ditetapkan oleh
Direktorat Jenderal.
·
Perbekalan Kesehatan di Bidang
Farmasi
Perbekalan
kesehatan adalah semua bahan dan peralatan yang diperlukan untuk
menyelenggarakan upaya kesehatan yang meliputi sediaan farmasi, alat kesehatan
dan perbekalan lainnya. Perbekalan kesehatan dikelola dengan memperhatikan
pemenuhan kebutuhan, kemanfaatan, harga dan faktor yang berkaitan dengan
pemerataan penyediaan perbekalan kesehatan. Pemerintah ikut serta dalam mem-bantu penyediaan perbekalan kesehatan yang menurut
pertimbangan
diperlukan oleh sarana kesehatan.
·
Tenaga Kesehatan
Disamping
Apoteker Pengelola Apotek (APA), di apotek sekurang-kurangnya harus mempunyai
seorang tenaga kefarmasian. Bagi apotek yang Apoteker Pengelola Apotek-nya pegawai instalasi pemerintah lainnya harus ada apoteker pendamping atau tenaga teknis kefarmasian.
4) Asisten
Apoteker
Dalam melakukan pekerjaan kefarmasian di Apotek, Apoteker Pengelola Apotek
dibantu oleh Asisten Apoteker yang telah memiliki Surat Izin Kerja. Keputusan
Menteri Kesehatan No. 679/MENKES/SK/V/2003, tentang peraturan registrasi dan
izin kerja Asisten Apoteker :
a.
Asisten Apoteker adalah tenaga kesehatan yang berijazah Sekolah. Asisten Apoteker
atau Sekolah Menengah Farmasi, Akademi Farmasi, dan Jurusan
Farmasi Politeknik Kesehatan, Akademi Analisis Farmasi dan Makanan,
Jurusan Analisis Farmasi serta Makanan Politeknik Kesehatan sesuai dengan Peraturan
Perundang-undangan yang berlaku.
b.
Surat Izin Asisten Apoteker adalah bukti tertulis atas kewenangan yang
diberikan kepada pemegang Ijazah Sekolah Asisten Apoteker atau Sekolah Menengah
Farmasi, Akademi Farmasi dan Jurusan Farmasi Politeknik Kesehatan, Akademi Analisis
Farmasi dan Makanan, Jurusan Analisis Farmasi serta Makanan Politeknik Kesehatan
untuk menjalankan Pekerjaan Kefarmasian sebagai Asisten.
c.
Surat Izin Asisten Apoteker adalah bukti tertulis yang diberikan kepada pemegang Surat Izin Asisten Apoteker untuk
melakuka pekerjaan kefarmasian disarana kefarmasian.
d.
Sarana Kefarmasian adalah tempat yang digunakan untuk
melakukan pekerjaan kefarmasian antara lain Industri
Farmasi termasuk obat Tradisional dan kosmetika, Instalasi Farmasi, Apotek, dan
toko obat.
5) Struktur Organisasi
Struktur organisasi di apotek
diperlukan
untuk mengoptimalkan
kinerja apotek dalam pelayanan kesehatan terhadap masyarakat dan
dengan adanya struktur organisasi dalam apotek maka setiap pegawai memiliki
tugas dan tangung jawab masing-masing, sesuai dengan jabatan yang diberikan,
serta untuk mencegah tumpang tindih
kewajiban serta wewenang maka dengan adanya suatu struktur organisasi sebuah
Apotek akan memperjelas posisi hubungan antar elemen orang.
Berikut ini
adalah contoh-contoh struktur organisasi yang ada di apotek :
·
Contoh struktur
organisasi I (data terlampir, lampiran 1)
·
Contoh struktur
organisasi II (data terlampir, lampiran 1)
·
Contoh struktur
organisasi III (data terlampir, lampiran 1)
·
Contoh struktur
organisasi IV (data terlampir, lampiran 1)
·
Personalia
Sikap
karyawan yang baik, ramah dan cepat melayani pembeli, mengenal pasien di daerah sekeliling apotek sebanyak
mungkin dapat membangkitkan kesan baik, sehingga peran karyawan sangat penting
dalam laba yang diinginkan atau direncakan. Untuk mendapatkan karyawan yang
baik di dalam apotek, perlu dilakukan
kegiatan-kegiatan :
a. Mengadakan pendidikan dan pelatihan
bagi karyawan
b. Mendorong para karyawan untuk
bekerja lebih giat
c. Memberi dan menempatkan mereka
sesuai dengan pendidikannya
d. Merekrut calon karyawan dan mendidik
sebagai calon pengganti yang tua.
·
Fungsi dan Pembagian Tugas
Di dalam sebuah apotek perlu adanya job description (uraian tugas), sehingga
setiap pegawai yang bekerja mengetahui apa tugas dan tanggung jawabnya. Pembagian tugas di dalam apotek adalah sebagai berikut
:
a. Apoteker
Tugas
apoteker :
1) Memimpin seluruh kegiatan apotek.
2) Mengatur, melaksanakan dan mengawasi
administrasi yang meliputi :
a) Administrasi kefarmasian
b) Administrasi keuangan
c) Administrasi penjualan
d) Administrasi barang dagangan atau
inventaris
e) Administrasi personalia
f) Administrasi bidang umum
3) Membayar pajak yang berhubungan
dengan perapotekan.
4) Mengusahakan agar apotek yang
dipimpinnya dapat memberikan hasil yang optimal sesuai dengan rencana kerja.
b. Koordinator Kepala
Tugas
Koordinator Kepala yaitu :
1) Mengkoordinir dan mengawasi kerja
bawahannya termasuk mengatur daftar giliran dinas, pembagian tugas dan tanggung jawab (narkotika, pelayanan dokter
dan kartu stock di lemari masing-masing)
2) Secara aktif berusaha sesuai dengan
bidang tugasnya untuk meningkatkan atau mengembangkan hasil usaha apotek
3) Mengatur dan mengawasi penyimpanan
dan kelengkapan obat sesuai dengan teknis farmasi terutama di ruang peracikan.
4) Memelihara buku harga dan kalkulasi
harga obat yang akan dijual sesuai dengan kebijaksanaan harga yang telah
ditentukan.
5) Membina serta memberi petunjuk soal
teknis farmasi kepada bawahannya, terutama pemberian informasi kepada pasien.
6) Bersama-sama dengan tata usaha
mengatur dan mengawasi data-data administrasi untuk penyusunan laporan
managerial dan laporan
pertanggungjawabannya.
7) Mempertimbangkan usul-usul yang
diterima dari bawahannya serta meneruskan atau mengajukan saran-saran untuk
perbaikan pelayanan dan kemajuan apotek kepada pemimpin apotek.
8) Mengatur dan mengawasi pengamanan
uang penghasilan tunai setiap hari.
9) Mengusulkan penambahan pegawai baru,
penempatan, kenaikan pangkat, peremajaan bagi karyawan bawahannya kepada
pemimpin apotek.
10) Memeriksa kembali
c. Tenaga teknis
kefarmasian
Tugas
tenaga teknis kefarmasian adalah:
1) Mengerjakan pekerjaan sesuai dengan
profesinya
2) Dalam hal darurat, dapat
menggantikan pekerjaan sebagai kasir, penjual obat
bebas dan juru resep.
Tenaga teknis
kefarmasian bertanggung jawab kepada asisten kepala sesuai dengan tugasnya,
artinya bertanggung jawab
atas kebenaran segala tugas yang diselesaikannya, tidak boleh ada kesalahan,
kekeliruan, kekurangan, kehilangan dan kerusakan.
d. Tata Usaha (Keuangan)
Tugas
Kepala Tata Usaha, yaitu:
1) Mengkoordinir dan mengawasi kerja.
2) Membuat laporan harian.
3) Dinas luar mengurus pajak,
izin-izin, dan asuransi.
4) Membuat laporan bulanan.
5) Membuat laporan tahunan tutup buku
(neraca dan perhitungan rugi laba)
6) Surat menyurat.
7) Kepala tata usaha bertanggung jawab kepada apoteker pengelola apotek.
e. Pemegang Kas (Kasir)
Tugas
kasir adalah:
1) Mencatat penerimaan uang setelah
dihitung terlebih dahulu, begitu pula dengan
pengeluaran uang, yang harus dilengkapi pendukung berupa kwitansi dan
nota yang sudah diparaf oleh pengelola apotek dan pejabat yang ditunjuk.
2) Menyetorkan dan mengambil uang, baik
dari kasir besar atau bank.
6) Sarana dan
Prasarana Apotek
Apotek berlokasi pada daerah yang dengan mudah dikenal oleh
masyarakat. Pada halaman terdapat papan petunjuk yang dengan jelas tertulis
kata apotek. Apotek harus dengan mudah diakses oleh masyarakat. Pelayanan
produk kefarmasian diberikan pada tempat yang terpisah dari aktivitas pelayanan
dan penjualan produk lainnya, hal ini berguna untuk menunjukan integritas dan
kualitas prosuk serta mengurangi resiko kesalahan penyerahan.
1. Masyarakat harus diberi akses secara
langsung dan mudah oleh apoteker untuk memperoleh informasi dan konseling.
2. Lingkungan apotek harus dijaga
kebersihannya.
3. Apotek harus bebas dari hewan
pengerat, apotek memiliki suplai listrik yang konstan, terutama untuk lemari
pendingin.
Apotek harus memliki:
1. Ruang tunggu yang nyaman bagi
pasien.
2. Tempat untuk mendisplai informasi
bagi pasien, termasuk penempatan brosur/materi informasi.
3. Ruang tertutup bagi pasien yang
konseling dilengkapi meja dan kursi serta lemari untuk penyimpanan catatan
medikasi pasien,
4. Ruang racikan.
5. Tempat pencucian alat.
6. Perabotan apotek harus tertata rapi,
lengkap dengan rak-rak penyimpanan obat dan barang lain tersusun dengan rapi,
terlindung dari debu, kelembaban dan cahaya yang berlebihan serta diletakan
pada kondisi ruangan dengan temperature yang telah ditetapkan.
B.
PBF
1) Definisi
PBF
Pedagang Besar Farmasi adalah suatu usaha berbentuk badan
hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran, perbekalan
farmasi dalam jumlah besar sesuai perundang-undangan yang berlaku.
Menurut SK
Mentri Kesehatan no:243/MENKES/SK/V/1990 tentang PBF sudah tidak sesuai lagi
dengan keadaan kefarmasian dewasa ini, maka ditetapkan peraturan Kementrian
Kesehatan no:918/MANKES/PER/X/1993 bahwa PBF adalah badan hukum berbentuk
persoraan terbatas atau koperasi yang memiliki izin mengadakan penyimpanan dan
penyaluran perbekalan farmasi dalam jumlah besar sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1148/ MENKES/ PER/ VI/ 2011 tentang Pedagang Besar Farmasi yang dimaksud dengan
Pedagang Besar Farmasi, yang selanjutnya disingkat PBF adalah perusahaan
berbentuk badan hukum yang memiliki izin untuk pengadaan, penyimpanan,
penyaluran obat dan/atau bahan obat dalam jumlah besar sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51
Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian Pasal 1 ayat 12 yang berbunyi Pedagang
Besar Farmasi adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang memilki izin untuk
pengadaan, penyimpanan, penyaluran perbekalan farmasi dalam jumlah besar sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam Peraturan tersebut juga memberikan batasan terhadap
beberapa hal yang berkaitan dengan kegiatan Pedagang Besar Farmasi yaitu
batasan mengenai :
·
Perbekalan Farmasi adalah perbekalan yang meliputi obat,
bahan obat dan alat kesehatan.
·
Sarana pelayanan kesehatan adalah apotik, rumah sakit, atau
unit kesehatan lainnya yang ditetapkan Mentri Kesehatan, toko obat dan pengecer
lainnya.
Setiap PBF
harus memiliki apoteker penanggung jawab yang bertanggung jawab terhadap
pelaksanaan ketentuan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat dan/atau bahan
obat. Apoteker penanggung jawab harus memiliki izin sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pedagang
Besar Farmasi wajib memenuhi persyaratan yang telah ditentukan, yaitu:
a.
Dilakukan oleh badan hukum , perseroan terbatas, koperasi,
perusahaan nasional, maupun perusahaan patungan antara penanam modal asing yang
telah memperoleh perusahaan nasional.
b.
Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
c.
Memiliki Apoteker sebagai penanggung jawab dan Tenaga Teknis
Kefarmasiaan yang bekerja penuh.
d.
Anggota direksi tidak pernah terlibat pelanggaran ketentuan
perundang- undangan dibidang farmasi.
2) Tugas dan fungsi PBF
a.
Tugas PBF
1) Tempat menyediakan dan menyimpan
perbekalan farmasi yang meliputi obat, bahan obat, dan alat kesehatan.
2) Sebagai sarana yang mendistribusikan
perbekalan farmasi ke sarana pelayanan kesehatan masyarakat yang meliputi :
apotek, rumah sakit, toko obat berizin dan sarana pelayanan kesehatan
masyarakat lain serta PBF lainnya.
3) Membuat laporan dengan lengkap
setiap pengadaan, penyimpanan, penyaluran, perbekalan farmasi sehingga dapat di
pertanggung jawabkan setiap dilakukan pemeriksaan. Untuk toko obat berizin,
pendistribusian obat hanya pada obat-obatan golongan obat bebas dan obat bebas
terbatas, sedangkan untuk Apotek, rumah sakit dan PBF lain melakukan
pendistribusian obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras dan obat keras
tertentu.
b.
Fungsi PBF
1) Sebagai sarana distribusi farmasi bagi industri-industri
farmasi.
2) Sebagai saluran distribusi
obat-obatan yang bekerja aktif ke seluruh tanah air secara merata dan teratur
guna mempermudah pelayanan kesehatan.
3) Untuk membantu pemerintah dalam
mencapai tingkat kesempurnaan penyediaan obat-obatan untuk pelayanan kesehatan.
4) Sebagai penyalur tunggal obat-obatan
golongan narkotik dimana PBF khusus, yang melakukannya adalah PT. Kimia
Farma.
5) Sebagai aset atau kekayaan nasional
dan lapangan kerja.
2. Pengelolaan Obat di Apotek
A.
Perencanaan
Perencanaan merupakan dasar tindakan manejer untuk dapat menyelesaikan
tugasnya dengan baik. Dalam perencanaan pengadaan sedian farmasi seperti
obat-obatan dan alat kesehatan yang dilakukan adalah pengumpulan data
obat-obatan yang akan di tulis dalam buku defacta. Sebelum perencanaan di
tetapkan, umumnya di dahulukan oleh prediksi atau ramalan tentang peristiwa
yang akan datang.
B.
Pengadaan
Pengadaan biasanya di lakukan berdasarkan perencanaan yang telah di buat
dan di sesuaikan dengan anggaran keuangan yang ada. Pengadan barang meliputi:
pemesanan, cara pemesanan, mengatasi kekosongan dan pembayaran.
a. Pemesanan barang atau
order dilakukan oleh asisten apoteker berdasarkan catatan yang ada dalam buku
habis berisi catatan barang-barang yang hampir habis atau yang sudah habis di
apotek.
b.
Cara pemesanan barang dilakukan dengan menuliskan surat pesanan (SP).
Selain narkotika dan psikotropika meliputi tanggal, nomor pesanan, kode
supplie, nama barang, satuan barang, dan jumlah barang. SP akan diambil selesman
dari masing-masing PBF, apabila selesman PBF tidak datang order bisa dilakukan
melalui telpon (untuk obat selainnarkotika dan psikotropika)
c.
Mengatasi pemesanan obat akibat waktu antara pemesanan dan kedatangan
barang yang lama.
d.
Pembayaran dapat dilakukan dengan cara COD (Cast on delivery) atau kredit.
C.
Penerimaan
Penerimaan barang harus dilakukan dengan mengecek kesesuain barang yang
datang dengan faktur dan SP. Kesesuain meliputi : nama barang, jumlah barang,
satuan, harga, diskon, dan nama PBF serta mengecek masa kadaluarsanya. Faktur
di periksa tanggal pesan dan tanggal jatuh temponya, lalu di tanda tangani dan
di cap oleh Apoteker pengelola Apotek (APA) atau Asisten Apoteker (AA), yang
mempunnyai SIK. Kemudian faktur yang sudah di tanda tangani tersebut di
masukkan kedalam format pembelian.
D.
Penyimpanan
Obat dan bahan obat harus di simpan dalam wadah yang cocok dan harus
memenuhi ketentuan pengemasan dan penandaan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
Penyimpanan obat di golongkan berdasarkan bentuk bahan baku seperti : bahan
padat di pisahkan dari bahan cair atau bahan yang setengah padat di pisahkan
dari bahan cair. Hal ini bertujuan untuk menghindarkan zat-zat yang bersifat
higroskopis demikian pula halnya terhadap barang-barang yang mudah terbakar dan
obat-obat yang mudah rusak dan meleleh pada suhu kamar. Penyimpanan dilakukan
dengan cara/ berdasarkan nama penyakit, khasiat obat, dan nama generik dan
paten untuk memudahkan pengambilan obat saat diperlukan.
Penyimpanan barang di
Apotek Tidar Farma
secara umum digolongkan menjadi tiga yaitu :
a.
Obat Bebas, Generik / Obat Paten, Obat non
Narkotik dan Obat lain yang tidak memerlukan kondisi penyimpanan tertentu,
disusun secara Alphabeth juga dibedakan berdasarkan bentuk sediaannya.
b.
Obat-obat yang memerlukan kondisi penyimpanan
pada suhu yang dingin disimpan dalam lemari Es, Misalnya: Suppositoria,
Injeksi tertentu, dan beberapa obat lainnya
c.
Obat Narkotika dan
Psikotropika, disimpan dalam lemari khusus dan
sesuai dengan ketentuannya.
E. Pendistribusian Obat
1.
Penjualan Bebas
Penjualan
bebas adalah penjualan obat tanpa resep. Dalam pemenkes nomor
924/Menkes/Per/X/1993 tentang obat wajib apotek no 2 menyatakan APA dapat
menjual obat bebas yang di nyatakan sebagai obat wajib apotek tanpa resep dokter.
Obat wajib apotek adalah obat bebas yang dapat di serahkan oleh APA kepada
pasien tanpa resep dokter. Daftar obat ini di tetapkan berdasarkan SK Menkes RI
Nomor 347/Menkes/SK/VIU/1997 tentang obat wajib apotek No. 1 dan keputusan
Menteri Kesehatan No 924/Menkes/Per/X/1993 tentang Wajib Apotek No. 2.
2.
Penjualan Dengan Resep
Penjualan
dengan resep adalah penjualan obat dengan resep dokter. Sistem pelayanan ini di
apotek Kimia Farma 72 ada 6 (enam) yaitu penerimaan resep.
a) Pemeriksaan keabsahan dan kelengkapan
resep.
·
Nama, Alamat, No hp dan tanda tangan dokter penulis resep.
·
Nama obat, dosis, jumlah dan aturan pakai
·
Nama pasien, umur, alamat dan no telepon
b) Perjanjian dan pembayaran
·
Pengambilan obat semua atau sebagian
·
Atau tidak penggantian obat atas persetujuan dokter atau
pasien
c) Peracikan
·
Penyiapan etiket atau
penandaan obat dan kemasan
·
Peracikan obat (hitung, campur, kemas)
·
Penyajian hasil akhir peracikan
d) Pemeriksaan akhir
·
Kesesuaian hasil peracikan dengan resep.
·
Nomor resep.
·
Nomor obat, bentuk dan jenis sediaan, dosis, jumlah dan
aturan pakai.
·
Nama pasien, umur, alamat dan nomor telepon.
e) Penyerahan Obat dan pemberian
informasi
Penjelasan
obat harus di sertai dengan penjelasan info nama obat, bentuk dan sediaan,
dosis, jumlah dan aturan pakai, cara penyimpanan, efek samping yang mungkin
timbul dan cara mengatasinya, tanda terima pasien atau penerima obat.
f) Layanan Purna Jual
·
Komunitas dan informasi dan penerima obat
·
Penggantian obat bila di perlukan atas permintaan dokter
Baru tau kalau ternyata manajemen apotek juga diatur oleh undang-undang
BalasHapus