BAB I
Pendahuluan
- Latar Belakang
Fenomena transeksual (masalah
kebingungan jenis kelamin) yang diikuti dengan tindakan operasi merubah
kelamin, sebenarnya mempunyai implikasi yang akan menyentuh banyak aspek,
masalah ini merupakan suatu gejala ketidakpuasan seseorang karena merasa tidak
adanya kecocokan antara bentuk fisik dan kelamin dengan kejiwaan ataupun dengan
ketidakpuasan dengan alat kelamin yang dimilikinya. Ironisnya, di media pertelevisian
Indonesia seakan menyemarakkan dan menyosialisasikan perilaku ketransseksualan
dalam berbagai acara yang memberikan porsi kepada para waria dan semacamnya
sebagai pengisi acara atau pembawa acara, yang secara tidak langsung
membiasakan masyarakat dengan fenomena semacam itu. Dewasa ini masyarakat sudah
tidak risih dengan keberadaan para guy atau waria yang mungkin juga disebabkan
oleh kebiasaan mereka menonton idola mereka di televisi yang notabene adalah
seorang waria atau guy. Dan seakan artis seperti Dorce Gamalama yang telah
melakukan operasi alat kelamin di Singapore merupakan figur yang berani dan
patut dicontoh karena telah mengikuti apa kata nuraninya. Apakah yang
dimaksud dengan penggantian kelamin dan bagaimanakah hukum operasi kelamin
serta mengubah-ubah jenis kelamin?. Bagaimanakah fatwa para ulama’ tentang
operasi ganti kelamin ini ?. Atas dasar pertanyaan-pertanyaan itulah, maka
disusunlah makalah hukum operasi ganti kelamin ini.
- Rumusan Masalah
- Apakah yang dimaksud dengan penggantian kelamin ?
- Bagaimanakah proses operasi ganti kelamin dan efeknya ?
- Bagaimanakah hukum operasi ganti kelamin ?
- Bagaimanakah fatwa para ulama’ tentang operasi ganti kelamin ini ?
- Apakah konsekuensi hukum atas terjadinya penggantian kelamin ?
BAB II
Pembahasan
- Pengertian
Operasi ganti kelamin (taghyir
al-jins) adalah operasi pembedahan untuk mengubah jenis kelamin dari
laki-laki menjadi perempuan atau sebaliknya. Pengubahan jenis kelamin laki-laki
menjadi perempuan dilakukan dengan memotong dzakar dan testis, kemudian
membentuk kelamin perempuan (vagina) dan membesarkan payudara. Sedang
pengubahan jenis kelamin perempuan menjadi laki-laki dilakukan dengan memotong
payudara, menutup saluran kelamin perempuan, dan menanamkan organ genital
laki-laki (dzakar). Operasi ini juga disertai pula dengan terapi psikologis dan
terapi hormonal. (M. Mukhtar Syinqithi, Ahkam Al-Jirahah Al-Thibbiyah,
hal. 199).[1]
- Proses Operasi Ganti Kelamin dan Efeknya.
Pada opersi penggantian kelamin, dzakar
dan scrotum (buah dzakar atau buah pelir) serta tesis (tempat produksi sperma)
dibuang. Sedangkan kulit scrotan digunakan untuk menutup liang vagina (faraj) ;
dan untuk pembuatan clitoris (klentit), diambil dari sebagian dzakar yang telah
terbuang tadi.
Karena operasi tersebut merupakan
pembedahan yang mengandung resiko, maka seorang dokter yang menanganinya
harus berhati-hati dan cermat, karena bisa saja terjadi hal-hal sebagai
berikut:
1. Tembusnya anus
atau tempat kotoran, sehingga mestinya kotoran keluar dari dubur, justru
melewati liang vagina buatan itu. Maka kedalaman liang vagina buatan itu harus
disesuaikan dengan besarnya pinggul atau anatomi tubuh yang menjalani operasi.
Tentu saja pinggul yang agak kecil tidak diperbolehkan membuat liang vaginanya
terlalu dalam, karena dikhawatirkan dapat menembus tempat kotorannya, yang pada
gilirannya dapat membahayakan pasien itu sendiri. Tapi kebanyakan pasien yang
dioperasi di indonesia, kedalaman vaginanya hanya mencapai antara 10 sampai 15
cm. Itu pun masih bisa mengerut dan memendek bila operasinya sudah sembuh. Oleh
karena itu, vagina yang selesai dioperasi, dipasangi didalamnya sebuah alat
penyanggah yang disebut “tampo” selama satu bulan baru bisa dilepaskan. Dan
kalau dilepaskan sebelum lukanya sembuh maka liangnya bisa tertutup lagi.
2. Terjadinya
kelainan syaraf pada penderita, bila ia tidak dapat menahan kencing setelah
operasinya selesai . Ini sering terjadi, karena ketika dioperasi, saluran
kencingnya ikut terbuang.[2]
- Hukum Operasi Ganti Kelamin.
Transeksual dapat diakibatkan oleh
faktor bawaan (hormon atau gen) dan faktor lingkungan yang kemudian memotifasi
seseorang untuk melakukan pergantian kelamin. Mengenai hukum dari melakukan
operasi penggantian kelamin (Sex Reassignment Surgery) bagi orang yang
lahir normal jenis kelaminnya adalah “haram”. Dasar yang digunakan atas
pengharaman ini yaitu:
1. Firman Allah swt,. Dalam surat
an-Nisa’ ayat 119, yaitu :
öNßg¨Y¯=ÅÊ_{ur öNßg¨YtÏiYtB_{ur öNßg¯RtãBUyur £`à6ÏnGu;ãn=sù c#s#uä ÉO»yè÷RF{$# öNåk¨XzßDUyur cçÉitóãn=sù Yù=yz «!$# 4 `tBur ÉÏFt z`»sÜø¤±9$# $wÏ9ur `ÏiB Âcrß «!$# ôs)sù tÅ¡yz $ZR#tó¡äz $YYÎ6B ÇÊÊÒÈ
Artinya : “Dan aku benar-benar akan
menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka dan
menyuruh mereka (memotong telinga-telinga binatang ternak), lalu mereka benar-benar
memotongnya[3], dan akan aku suruh
mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka merubahnya[4]". Barangsiapa yang
menjadikan syaitan menjadi pelindung selain Allah, Maka Sesungguhnya ia
menderita kerugian yang nyata.”
2.
Hadist
Rasulullah saw,.
a.
Hadits Nabi
riwayat Bukhari dan enam ahli hadits lainnya dari Ibnu Mas’ud.
لعن الله الواشمات والمستوشمات والنامصات والمتنمصات
والمتفلجات للحسن المغيرات خلق الله
Artinya: “Allah mengutuk para wanita
tukang tato, yang meminta di tato, yang menghilangkan bulu muka, yang meminta
dihilangkan bulu mukanya, dan para wanita yang memotong (panggur) giginya, yang
semuanya itu dikerjakan dengan maksud untuk kecantikan dengan mengubah
ciptaan Allah swt.”
Hadits ini bisa menunjukkan bahwa seorang
pria atau wanita yang normal jenis kelaminnya dilarang oleh Islam mengubah
jenis kelaminnya, karena mengubah ciptaan Allah tanpa alasan yang hak yang
dibenarkan oleh Islam.[5]
b.
Hadits riwayat
Bukhari.
لعن رسول الله صلَى الله عليه وسلَم المتشبّهين
من الرجال بالنساء، والمتشبّهات من النساء بالرجال
Artinya : “Rasulullah telah melaknat orang-orang laki-laki yang meniru-niru (
menyerupai ) perempuan dan perempuan yang meniru-niru ( menyerupai ) laki-laki
“ ( HR Bukhari ). Berkata Imam Qurtubi : “ Tidak ada perbedaan pendapat diantara para ahli Fiqh dari Hijaz dan
Ahli Fikih dari Kufah bahwa mengebiri keturunan Adam hukumnya haram dan tidak
boleh, karena termasuk dalam katagori menyiksa. “ ( Tafsir Qurtubi : 5 /
391 ). Kalau mengebiri saja tidak boleh, yaitu perbuatan untuk memandulkan alat
kelamin, apalagi merubah dan menggantikannya, tentunya sangat diharamkan.[6]
Akan tetapi, seminar tinjauan syari’at
islam tentang operasi ganti kelamin oleh PWNU Jawa Timur, tanggal 24-26
Muharram 1410 H / 26-28 Agustus 1989 M. Telah mengupas persoalan ini sampai
mendalam, sebagai berikut :
1. Seorang
laki-laki atau perempuan yang normal, dalam arti alat kelamin luar dan
dalamnya tidak ada kelaian, lalu karena sesuatu hal dia minta dioperasi agar
kelamin luarnya diubah menjadi jenis kelamin yang berbeda atau berlawanan
dengan jenis kelaminnya yang dalam. Bagaimanakah hukumnya?
Hukumnya adalah “haram”, sebab
termasuk mengubah ciptaan dari Allah dan mengecoh orang lain . Dasar
pengambilan hukum:
a.
Imam Qurthubi
dalam tafsirnya juz III, halaman 1963 mengatakan sebagai berikut :
Abu Ja’far al-Thabari berkata, hadits
riwayat Ibnu Mas’ud adalah sebagai dalil tentang ketidakbolehan mengubah apapun
yang telah diciptakan oleh Allah swt., baik menambah atau mengurangi ...
Imam I’yadh berkata, bahwa orang yang diciptakan dengan jari-jari berlebih atau
anggota tubuh yang berlebih atau anggota tubuh yang berlebih, maka ia tidak
boleh memotongnya atau mencabutnya, karena yang demikian itu berati merubah
ciptaan Allah swt. Kecuali jika kelebihan itu menyakitkan, maka boleh
menurut iman Abu ja’far dan yang lainya.
b.
Dalam Tafsir al-Munir
juz I, halaman 174 dinyatakan sebagai berikut :
Dan syetan berkata ketika itu.” Saya
akan benar-benar mengambil dari hamba-Mu bagian yang sudah ditentukan”(al-Nisa’:118)
yakni, saya (syetan) benar-benar akan menjadikan dari hamba-hamba-Mu sebagai
bagian yang telah dientukan untuk saya. Mereka adalah yang telah mengikuti
langkah-langkah iblis dan menerima bisikan-bisikannya....dan pasti saya akan
menyuruh mereka untuk melakukan perubahan, maka mereka pun pasti akan mengubah
ciptaan Allah swt, baik bentuk apapun, sifat, seperti mengebiri hamba sahaya,
mencungkil mata, memotong telinga, membuat tato dan memakai wieg. Sesungguhnya
wanita dengan melakukan perbuatan yang demikian itu berarti telah mendekatkan
diri pada perzinaan. Orang-orang arab, jika unta mereka telah mencapai seribu,
mereka akan membuat cacat mata penjantannya.
Termasuk dalam pengertian (larangan)
ayat ini adalah, mengganti kelamin dirinya secara mutlak; laki-laki menjadi
wanita dan wanita menjadikan dirinya sebagai laki-laki. Para Fuqaha’ memberikan
dispensasi pengebirian itu pada hewan untuk keperluan tertentu, maka
diperbolehkan pada binatang kecil yang boleh dimakan dan haram pada selainnya.[7]
2. Seorang
laki-laki atau perempuan yang kelamin dalamnya normal, tetapi kelamin luarnya
tidak normal, misalnya: kelamin luar berlawanan dengan kelamin dalam, lalu
dioperasi untuk disamakan dengan kelamin dalam. Bagaimana hukum nya?
Hukumnya
adalah “mubah atau boleh” apabila ada adat syar’iyyah atau hajat
yang sangat penting. Dasar pengambilan hukumn:
a.
Dalam kitab
“Fathul Baari”, juz X, halaman 377 disebutkan:
Imam al-Thabari
berkata, wanita itu tidak diperbolehkan mengubah sesuatu dari bentuk dirinya
yang telah diciptakan oleh allah swt, baik dengan menambahkan atau dengan
mengurangi dengan tujuan mempercantik diri dan bukan untuk suami..... semua itu
termasuk dalam larangan, yakni mengubah ciptaan allah swt terkecuali hal-hal
yang dapat menyebabkan kesakitan dan bahaya, seperti seseorang yang mempunyai
gigi atau jari lebih sehingga menyakitinya.[8]
3. Seseorang
(laki-laki atau perempuan) yang kelamin dalamnya normal, tetapi kelamin luarnya
tidak normal, misalnya: kelamin luarnya sama atau cocok dengan kelamin
dalamnya, tetapi bentuknya tidak sempurna, lalu diopersi untuk disempurnakan.
Bagaimana hukumnya?
Hukumnya “boleh,
bahkan lebih utama”. Dasar pengambilan hukum
a. Dalam tafsir
“al qurthubi” juz III halaman 1963 disebutkan:
قال عياض:
ويأتي على ما ذكره أن من خلق بأصبع زائدة أو عضو زائد لا يجوز له قطعه ولا نزعه
لأنه من تغيير خلق الله الا ان تكون هذه الزوائد مؤلمة فلا بأس رربنزعها عند
أبي جعفر وغيره .(تفسير القرطبي )
Imam ‘iyadh
berpendapat, berdasarkan penjelasan diatas, maka orang yang diciptakan (oleh
allah) dengan jari-jari berlebih atau anggota tubuh yang berlebih, ia tidak
boleh memotongnya, ataupun mencabutnya, karena yang demikian itu berarti
mengubah ciptaan allah swt, namun jika anggota yang lebih itu menyakitkan, maka
menurut abu ja’far dan yang lainnya boleh mencabutnya.
b. Kitab “Fathul
Baari”, juz X, halaman 272.
Diriwayatkan dari Utsman bin Jarir dari Manshur dari Ibrahim dari alqamah dari
Abdillah, bahwa Allah swt,. Melaknat wanita-wanita yang membuat tato dan yang
meminta untuk ditato, serta wanita-wanita yang mencukur atau mencabut bulu
(yang ada di wajah, seperti bulu mata dan alis), dan wanita yang memangur gigi
mereka untuk mempercantik diri. Selanjutnya dikatakan, mengapa aku tidak
melaknat orang-orang yang telah dilaknat oleh Rasulullah saw,. Sedangkan dalam
kitab Allah swt,. disebutkan bahwa apapun yang datang dari Rasulullah saw,.
Untuk kalian maka laksanakan, dan yang dilarang olehnya terhadap kalian maka
tinggalkanlah.
Kalimat “wanita-wanita yang memangur gigi mereka untuk mempercantik diri”
memberikan pengertian, bahwa yang tercela itu adalah wanita yang melakukan
perbuatan tersebut dengan tujuan untuk mempercantik diri. Sedangkan jika memang
karena kebutuhan yang mendesak, seperti untuk pengobatan, maka hukumnya boleh.[9]
4. Seseorang yang
mempunyai kelamin luar dua jenis (laki-laki dan perempuan) lalu dioperasi untuk
mematikan salah satunya. Bagaimana hukumnya?
Setelah ”ahlul khibrah” (team ahli) melakukan penelitian jenis
kelaminnya dan telah menetukn jenis kelaminnya, maka:
a. Operasi mematikan alat kelamin luar
yang berlawanan dengan alat kelamin dalamnya, hukumnya “boleh”.
Dasar hukumnya sama dengan dasar hukum dari jawaban poin dua dan tiga.
b. Operasi untuk menghidupkan alat kelamin
luar yang berl;awanan alat kelamin dalamnya, maka hukumnya “haram”;
karena hal tersebut membawa bencana dan tidak hajat dalam hal tersebut. Adapun
status hukum dari kekelaminannya sesuai dengan penetapan “ahlul khibrah”. Dasar
hukumnya sama dengan dasar hukum dari jawaban poin satu di atas. [10]
- Pendapat para Ulama’ tentang Operasi Ganti Kelamin.
1.
Adapun operasi
kelamin maka hukumnya “haram” secara syar’i apabila hanya disandarkan
pada keinginan pribadi tanpa adanya suatu cacat pada sisi jasmani atau alat
kelaminnya yang membolehkan dilakukannya operasi tersebut. Dan operasi kelamin
yang telah banyak dilakukan dan tidak mengandung unsur cacat secara medis,
tetapi hanya dimaksudkan untuk mempercantik diri dengan menampakkan suatu
bentuk tertentu dari kecantikannya, ataupun mengubah bentuk yang telah
ditetapkan oleh Allah atasnya maka hal ini tidak ada keraguan lagi tentang
keharamannya. Karena di dalamnya ada bentuk perusakan hukum syar’i dan unsur
penipuan serta membahayakan. (Dr. Yasir Shalih M. Jamal, Kepala fakultas
kedokteran bidang operasi anak RS. Universitas Al-Malik ‘Abdul ‘Aziz).
2.
Dibolehkannya
operasi perbaikan atau penyempurnaan kelamin, sesuai dengan keadaan anatomi
bagian dalam kelamin orang yang mempunyai kelainan kelamin atau kelamin ganda,
juga merupakan keputusan Nahdhatul Ulama PW Jawa Timur pada seminar “Tinjauan
Syariat Islam tentang Operasi Ganti Kelamin” pada tanggal 26-28 Desember
1989 di Pondok Pesantren Nurul Jadid, Probolinggo, Jawa Timur.
Sehingga jelaslah, jika operasi kelamin
dilakukan hanya karena kurang ‘sreg’ dengan kepribadiannya, padahal Allah
Subhana Wa Ta’ala telah mengaruniakannya kelamin yang jelas, maka perbuatan ini
diharamkan secara syar’i, dan hendaknya pelakunya bertobat kepada Allah.[11]
E. Konsekuensi
Hukum Penggantian Kelamin.
Adapun konsekuensi hukum
penggantian kelamin adalah sebagai berikut:
Apabila penggantian kelamin dilakukan
oleh seseorang dengan tujuan tabdil dan taghyir (mengubah-ubah ciptaan Allah),
maka identitasnya sama dengan sebelum operasi dan tidak berubah dari segi
hukum. Menurut Mahmud Syaltut, dari segi waris seorang wanita yang melakukan
operasi penggantian kelamin menjadi pria tidak akan menerima bagian warisan
pria (dua kali bagian wanita) demikian juga sebaliknya.
Sementara operasi kelamin yang
dilakukan pada seorang yang mengalami kelainan kelamin (misalnya berkelamin
ganda) dengan tujuan tashih atau takmil (perbaikan atau penyempurnaan) dan
sesuai dengan hukum akan membuat identitas dan status hukum orang tersebut
menjadi jelas. Menurut Wahbah Az-Zuhaili dalam Al-Fiqh al-Islami wa
Adillatuhu bahwa jika selama ini penentuan hukum waris bagi orang
yang berkelamin ganda (khuntsa) didasarkan atas indikasi atau
kecenderungan sifat dan tingkah lakunya, maka setelah perbaikan kelamin menjadi
pria atau wanita, hak waris dan status hukumnya menjadi lebih tegas. Dan
menurutnya perbaikan dan penyempurnaan alat kelamin bagi khuntsa musykil sangat
dianjurkan demi kejelasan status hukumnya.[12]
BAB III
Penutup
Kesimpulan
1.
Operasi ganti
kelamin (taghyir al-jins) adalah operasi pembedahan untuk mengubah jenis
kelamin dari laki-laki menjadi perempuan atau sebaliknya.
2.
Pada opersi
penggantian kelamin, dzakar dan scrotum (buah dzakar atau buah pelir) serta
tesis (tempat produksi sperma) dibuang. Sedangkan kulit scrotan digunakan untuk
menutup liang vagina (faraj) ; dan untuk pembuatan clitoris (klentit), diambil
dari sebagian dzakar yang telah terbuang tadi.
3.
Hukum dari
melakukan operasi penggantian kelamin (Sex Reassignment Surgery) bagi
orang yang lahir normal jenis kelaminnya adalah “haram”.
4.
Adapun operasi
kelamin maka hukumnya “haram” secara syar’i apabila hanya disandarkan
pada keinginan pribadi tanpa adanya suatu cacat pada sisi jasmani atau alat
kelaminnya yang membolehkan dilakukannya operasi tersebut.
5.
Menurut Mahmud Syaltut,
dari segi waris seorang wanita yang melakukan operasi penggantian kelamin
menjadi pria tidak akan menerima bagian warisan pria (dua kali bagian wanita)
demikian juga sebaliknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar