BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Zakat Profesi dalam Perspektif Hukum Islam.
Sebagaimana kajian yang dilakukan sebelumnya baik tentang hukum pajak atau pun
berkaitan dengan penyaluran harta zakat
untuk kemaslahatan umum, maka di sini juga disebutkan bahwa zakat merupakan
kewajiban yang telah dititahkan oleh Yang Maha Kuasa kepada umat Islam. Ia
adalah rukun Islam yang wajib ditunaikan yang selama ini hanya terpaku pada
jenis yang telah ditentukan. Perkembangan peradaban membuat banyaknya hal-hal
baru bermunculan, tak terkecuali bidang pekerjaan. Hal ini memerlukan
pengawasan dari syari’at terhadap hal-hal kontemporer. Pesatnya kemajuan zaman
berimbas pada banyaknya pekerjaan baru yang belum pernah ada ketentuan
zakatnya, padahal ia merupakan jenis pekerjaan yang memiliki penghasilan cukup
besar melebihi penghasilan dari jenis harta yang pernah ditentukan zakatnya
pada masa lampau. Para ulama dituntut mampu memecahkan persoalan ini. Melalui
Muktamar Internasional diputuskan bahwa terhadap pekerjaan-pekerjaan
professional juga diwajibkan zakat atasnya.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Zakat Profesi
- Pengertian Zakat Profesi
Ditinjau
dari segi bahasa zakat berarti suci, berkah, tumbuh, dan terpuji. Adapun secara
istilah para ulama mempunyai pandangan tersendiri mengenai pengertian zakat, di
antaranya:
a.
Al Mawardi, “Zakat adalah harta
tertentu yang diberikan kepada orang tertentu, menurut syarat-syarat tertentu
pula”
b.
Yusuf Qardawi, “Zakat adalah
sejumlah harta tertentu yang diwajibkan Allah diserahkan kepada orang-orang
yang berhak”
Selanjutnya mengenai pengertian profesi adalah sebuah
pekerjaan, usaha profesi, atau pemberian jasa yang menghasilkan. Di dalam Kamus
Bahasa Indonesia disebutkan bahwa profesi adalah “pekerjaan sebagai atas
keahliannya sebagai mata pencahariannya” Mahjuddin di dalam bukunya mengatakan bahwa yang
dimaksud profesi adalah suatu pekerjaan tetap dengan keahlian tertentu yang
dapat menghasilkan gaji, honor, upah atau imbalan, seperti profesi dokter,
guru, dosen, pengacara, pegawai negeri, dan yang lainnya. Fachrudin,
sebagaimana yang dikutip oleh Muhammad di dalam buku Zakat Profesi, mengatakan
:
Profesi adalah segala usaha yang halal yang mendatangkan
hasil (uang) yang relatif banyak dengan cara yang mudah, baik melalui suatu
keahlian tertentu atau tidak.
Dari beberapa pengertian zakat dan profesi di atas dapat
disimpulkan bahwa yang dimaksud zakat profesi adalah harta zakat yang
dikeluarkan dari sumber usaha profesi atau pendapatan dari penjualan jasa. Hal
ini selaras dengan pengertian yang diberikan oleh Ahmadi dan Yeni Priyatna
Sari, yakni :
Harta yang diperoleh dari pemanfaatan potensi yang ada pada
dirinya dan dimiliki dengan kepemilikan yang baru dengan berbagai macam upaya
pemilikan yang syar’i, seperti: hibah, upah kerja rutin, profesi dokter, penceramah,
arsitek, pengacara, akuntan, dan lain-lain.
- Landasan hukum zakat profesi
Mengenai dalil kewajiban berzakat dapat diklasifikasikan
menjadi dua bagian. Yang pertama adalah dalil-dalil kewajiban zakat yang secara
khusus menyebutkan jenis zakat tersebut, seperti zakat emas dan perak, zakat
hewan ternak, dan yang lainnya. Dan yang kedua adalah dalil umum mengenai zakat
seperti firman Allah dalam surat Al Baqarah ayat 219 dan 267,
... وَيَسْئَلُوْنَكَ مَاذَا يُنْفِقُوْنَ قُلِ
اْلعَفْوَ ...
Artinya: “…Dan mereka bertanya kepadamu (tentang) apa yang
(harus) mereka infakkan. Katakanlah, Kelebihan (dari apa yang diperlukan)…”
(QS. Al Baqarah: 219)
ياَ أَيُّهَا اَّلذِيْنَ أَنْفِقُوْا مِنْ طَيِّببَاتِ مَا كَسَبْتُمْ
وَمِمَّآ أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ اْلأَرْضِ ...
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman nafkahkanlah
sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami
keluarkan dari bumi untuk kamu” (QS. Al Baqarah: 267)
Selain itu terdapat pula hadits dari Nabi Muhammad sewaktu
beliau mengutus Mu’adz ke negeri Yaman yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas yang
artinya: “Sesungguhnya Allah telah mewajibkan atas mereka untuk membayar
zakat harta yang diambil dari orang-orang kaya dan diberikan kepada orang-orang
miskin di kalangan mereka”(muttafaqun ‘alaih).
Meskipun tidak pernah disebutkan secara langsung di dalam Al
Qur’an maupun Sunnah Nabi Muhammad, jika dalil-dalil umum tentang zakat dikaji
lebih mendalam lagi maka akan ditemukan sebuah isyarat akan berlakunya hukum
zakat bagi profesi. Isyarat tersebut berupa perintah umum untuk mengeluarkan
zakat terhadap harta yang melebihi kebutuhan. Dewasa ini pekerjaan seseorang
sebagai professional mempunyai penghasilan yang cukup besar. Abdul Ghofur
Anshori menyatakan apabila seorang petani yang pada zaman sekarang ini bersusah
payah menanam dan memelihara sawahnya serta memanennya saja dikenakan wajib
zakat apalagi seorang professional yang memiliki penghasilan cukup besar dengan
pekerjaan yang tidak menuntut etos kerja super keras layaknya petani.
Adanya zakat profesi dipertegas oleh konsensus yang
dihasilkan dalam Muktamar Internasional tentang zakat di Kuwait pada tanggal 29
Rajab 1404 atau 30 April 1984. Para peserta muktamar tersebut telah bersepakat
tentang wajibnya zakat profesi apabila telah mencapai nishab.
- Ketentuan zakat profesi
Setiap jenis zakat mempunyai nishab yang menjadi batas
minimal timbulnya kewajiban mengeluarkan zakat. Adapun mengenai nishab zakat
profesi terdapat tiga pendapat terhadapnya, sebagaimana yang penulis simpulkan
dari buku Zakat dalam Perekonomian Modern.Yang pertama menganalogikan zakat
profesi kepada zakat perdagangan, sehingga nishabnya adalah 85 gram emas, kadar
zakatnya 2,5 persen dan dikeluarkan setahun sekali setelah dikurangi kebutuhan
pokok. Yang kedua menganalogikan kepada zakat pertanian dengan nishab senilai
653 kilogram padi atau gandum dengan kadar zakat 5 persen dan dikeluarkan
setiap kali mendapatkan penghasilan atau gaji. Dan yang terakhir menyandarkan
analogi zakat profesi kepada zakat rikaz, sehingga tidak ada nishab pada
zakat profesi dan dikeluarkan dengan kadar 20 persen setiap kali menerima
penghasilan atau gaji.
B.
Kontroversi zakat profesi
Zakat profesi merupakan hal baru di dunia Islam yang
muncul belakangan ini. Pro dan kontra mewarnai perdebatan mengenai hal
tersebut. Selain pihak yang menyepakati adanya zakat profesi juga terdapat
pihak lain yang menolak keberlakuan zakat model ini. Pihak yang kontra
terhadap zakat profesi berdalih bahwa zakat berikut jenis-jenisnya adalah
bentuk ibadah tauqifi, yakni ibadah yang telah ditetapkan oleh ajaran
agama sehingga tidak boleh diutak-atik. Selain itu ada juga yang menyatakan
kekeliruan terhadap qiyas zakat profesi, khususnya terhadap kalangan
yang mengqiyaskan zakat profesi kepada zakat pertanian secara universal,
yang mana hasil pertanian baru dapat dipanen sekitar 2-3 bulan dan kadar
zakatnya adalah 5 persen untuk yang diairi dan 10 persen untuk yang tidak
diairi, sedangkan untuk kadar zakat profesi yang ditentukan dipungut setiap
bulan saja masih diperdebatkan. Kelompok ini juga mengatakan bahwa
menganalogikan zakat profesi kepada zakat rikaz adalah bentuk
kezhaliman, hal itu disebabkan kebutuhan manusia berbeda-beda dan dipenuhi
melalui penghasilan atau gaji yang ia dapatkan tersebut dan jika harus dipotong
20 persen setiap bulan maka ia akan mengalami kesulitan di dalam memenuhi
kebutuhan sehari-hari.
Menanggapi pernyataan pihak yang kontra terhadap zakat
profesi, penulis beranggapan bahwa argumen yang mereka berikan dapat diambil
hikmahnya. Allah telah berfirman di dalam surat Al Baqarah ayat 219 yang pada
intinya menentukan secara umum bahwa zakat diambil dari hasil kelebihan dari
kebutuhan, tak terkecuali penghasilan dari profesi. Adapun orang-orang yang
justru kekurangan dalam hal pemenuhan kebutuhan maka baginya tidak ada
kewajiban zakat. Penulis berpendapat bahwasanya zakat profesi tetap dibebankan
kepada mukallaf yang memiliki pekerjaan atau seorang professional,
sebagaimana argumen dan landasan hukum yang telah penulis paparkan pada
pembahasan sebelumnya.
Adapun zakat profesi lebih utama diqiyaskan
kepada zakat emas atau zakat perdagangan dan zakat hasil pertanian. Namun
khusus untuk pekerjaan bernilai prestise yang tinggi, seperti pejabat,
artis, dokter, dan yang lainnya, yang merupakan bentuk komoditi paling
menguntungkan saat ini dapat lebih diharapkan untuk menyadari diri untuk
mengqiyaskan kepada zakat pertanian, yang juga merupakan komoditi terlaris pada
zaman perkembangan Islam di Madinah, dengan kadar 5 persen (disebabkan profesi
merupakan pekerjaan yang menggunakan keahlian dan tenaga manusia) yang
dikeluarkan setiap bulan atau setiap mendapatkan penghasilan.
C.
Penutup
Ada tiga pendapat mengenai nishab zakat profesi, Pertama
menganalogikan zakat profesi kepada zakat perdagangan, sehingga nishabnya
adalah 85 gram emas, kadar zakatnya 2,5 persen dan dikeluarkan setahun sekali
setelah dikurangi kebutuhan pokok. Yang kedua menganalogikan kepada zakat
pertanian dengan nishab senilai 653 kilogram padi atau gandum dengan kadar
zakat 5 persen dan dikeluarkan setiap kali mendapatkan penghasilan atau gaji.
Dan yang terakhir menyandarkan analogi zakat profesi kepada zakat rikaz,
sehingga tidak ada nishab pada zakat profesi dan dikeluarkan dengan kadar 20
persen setiap kali menerima penghasilan atau gaji.
Ø
Hassan Saleh, Kajian
Fiqh Nabawi & Fiqh Kontemporer, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008,
Ø
Yusuf Qardawi, Hukum
Zakat, cet. IX, Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, 2006,
Ø
Santoso, Kamus Bahasa
Indonesia, Surabaya: Pustaka Agung Harapan,
Ø
Muhammad, Zakat Profesi,
Jakarta: Salemba Diniyah,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar