BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Multi Level Marketing (MLM) atau Networking Marketing dikenal sebagai bisnis yang banyak menjanjikan keberhasilan serta menawarkan kekayaan dalam waktu singkat. Sehingga banyak orang yang bergabung ke dalam bisnis yang menggunakan sistem piramida ini.
Pertanyaan yang kemudian muncul, apakah bisnis dengan model ini diperbolehkan secara syar’i ataukah tidak? Sebuah permasalahan yang belum pernah disebutkan secara langsung dalam literatur ulama’ fiqih.
Sebagaimana diketahui, syari’at Islam telah disempurnakan oleh Allah, sehingga bisa menjawab semua permasalahan yang akan terjadi sampai besok hari kiamat. Makalah ini akan membedah hukum MLM menggunakan analisa syari’at, khususnya dengan kaedah-kaedah umum yang berkaitan dengan masalah bisnis dan ekonomi (mu’āmalah).
B. Tujuan Penulisan
- Memenuhi tugas mandiri yang diberikan oleh dosen pembimbing.
- Menambah khjanah ilmu pengetahuan baik pemakalah sendiri atau pun para pembaca.
C. Rumusan Masalah
- Mengetahui kaedah umum dalam muamalah.
- Mengetahui sekilas tentang apa itu MLM.
- Mengetahui hukum syar`i MLM
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kaedah Umum Mu’āmalah
Bisnis dalam syari’at Islam pada dasarnya termasuk dalam kategori muamalah yang hukum asalanya adalah boleh. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Ibn Qayyim :
أنّ الأصلَ
في العبادات البُطْلاَنُ إلاَّ ما شَرَعَهُ اللّه ورسولُه، وعَكْسُ هذا، العُقُوْدُ والْمَطَاعِمُ، الأَصْلُ فيها
الصحّةُ والحِلُّ إلاّ ما أَبْطَلَهُ اللّه ورسولُه
“Pada
dasarnya semua ibadah hukumnya batil (haram), kecuali apa yang disyari’atkan
oleh Allah dan Rasul-Nya. Dan
sebaliknya, dalam semua transaksi (‘aqad, muamalah) dan makanan pada dasarnya sah
dan halal, kecuali apa yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya”.
Berdasarkan kaedah fiqih di atas, terlihat
jelas bahwa dalam wilayah muamalah, Islam memberikan jalan bagi manusia untuk
melakukan berbagai improvisasi dan inovasi melalui sistem, teknik dan mediasi
dalam melakukan perdagangan atau bisnis lainnya. Selama muamalah itu tidak
melanggar prinsip-prinsip syari’ah, maka hukumnya diperbolehkan.
Namun syari’at mempunyai prinsip-prinsip
yang harus dipenuhi dalam pengembangan sistem sebuah bisnis, agar dalam usaha
menghasilkan keuntungan tidak dilakukan secara batil. Dalam firman-Nya
ditegaskan :
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لاَ تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ
بِالْبَاطِلِ إِلاَّ أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ ﴿ النساء : 29
﴾
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu”. (QS. An-Nisa’:
29)
Ada beberapa hal prinsip yang harus
dihindari dalam sebuah bisnis, Ibn Rusyd dalam kitab Bidāyah al-Mujtahid mengatakan
:
أسبابُ
الفَسَادِ العامَّةِ وَجَدْتَ أربعة: أحدُها: تَحْرِيْمُ عَيْنِ المَبِيْع،
والثاني: الربا، والثالث: الغَرَرُ، والرابع: الشروط التي تَؤُولُ إلى أحد هذين أو
لمجموعهما.
“Sebab-sebab
umum rusaknya (bisnis) ada empat: Pertama, benda yang diperjual-belikan haram.
Kedua, riba. Ketiga, gharar (penipuan). Dan keempat, terdapat
unsur-unsur yang dapat mengarah kepada salah satu dari keduanya (riba dan gharar) atau keduanya sekaligus”.
Keempat
hal di atas merupakan hal-hal pokok yang dapat menjadikan sebuah bisnis menjadi
haram dari dalam ‘aqad bisnis itu sendiri. Adapun hal di luar ‘aqad
yang menyebabkan terlarangnya bisnis antara lain: al-ghasy (penipuan,
pemalsuan), al-dlarar (membahayakan), waktu terlarang untuk
bertransaksi, dan kriteria pelaku yang tidak diperbolehkan melakukan transaksi. Sebuah bisnis atau usaha apapun juga
menjadi haram jika dilakukan atas dasar spekulasi yang tinggi atau adu nasib,
karena hal ini tergolong perjudian (maysir) yang jelas-jelas dilarang
dalam firman Allah:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَاْلأَنْصَابُ
وَاْلأَزْلاَمُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ ﴿ المائدة : 90 ﴾
“Hai
orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban
untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk
perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu” (QS. Al-Māidah: 90)
Ibn Sîrîn memberikan batasan maysir
sebagai berikut :
“Segala
hal yang di dalamnya terdapat khathar
(taruhan, spekulasi tinggi yang menyebabkan kecemasan) adalah termasuk maysir”
B. Sekilas Tentang MLM
1. Pengertian MLM
Secara umum Multi Level Marketing adalah suatu metode bisnis alternatif yang berhubungan dengan pemasaran dan distribusi yang dilakukan melalui banyak level (tingkatan), yang biasa dikenal dengan istilah upline (tingkat atas) dan downline (tingkat bawah), orang akan disebut upline jika mempunyai downline. Inti dari bisnis MLM digerakkan dengan jaringan ini, baik yang bersifat vertikal atas bawah maupun horizontal kiri kanan ataupun gabungan antara keduanya.
2. Sistem Kerja MLM
Secara global sistem bisnis MLM dilakukan dengan cara menjaring calon nasabah yang sekaligus berfungsi sebagai konsumen dan member (anggota) dari perusahaan yang melakukan praktek MLM. Di antara bentuk bisnis ini, ada yang melakukan kegiatan menjaring dana masyarakat untuk menanamkan modal di sebuah perusahaan, dengan janji akan memberikan keuntungan sebesar hampir 100% dalam setiap bulannya. Ada beberapa perusahaan MLM lainnya yang mana seseorang bisa menjadi membernya tidak harus dengan menjual produk perusahaan, namun cukup dengan mendaftarkan diri dengan membayar uang pendaftaran, selanjutnya dia bertugas mencari anggota lainnya dengan cara yang sama, semakin banyak anggota maka akan semakin banyak bonus yang diperoleh dari perusahaan tersebut.
Kesimpulannya, memang ada sedikit perbedaan pada sistem setiap perusahaan MLM, namun semuanya berinti pada mencari anggota lainnya, semakin banyak anggotanya semakin banyak bonus yang diperolehnya.
C. Hukum Syar’i Bisnis MLM
Beragamnya bentuk MLM membuat sulit untuk menghukuminya secara umum, namun ada beberapa sistem MLM yang jelas keharamannya, yaitu yang memakai sistem berikut ini :
1. Menjual barang-barang yang diperjual-belikan dalam sistem MLM dengan harga yang jauh lebih tinggi dari harga wajar, maka hukumnya haram karena secara tidak langsung pihak perusahaan telah menambahkan harga yang dibe-bankan kepada pihak pembeli sebagai sharing modal dalam akad syirkah, mengingat pembeli sekaligus akan menjadi member perusahaan, yang apabila ia ikut memasarkan akan mendapat keuntungan estafet. Dengan demikian praktek perdagangan MLM mengandung unsur kesamaran atau gharar (peni-puan). Terjadi kekaburan antara akad jual beli, syirkah , dan mudharabah , karena pihak pembeli sesudah menjadi member juga berfungsi sebagai pekerja yang akan memasarkan produk perusahaan kepada calon pembeli atau member baru.
2. Calon anggota mendaftar ke perusahaan MLM dengan membayar sejumlah uang tertentu, dengan ketentuan dia harus membeli produk perusahaan, baik untuk dijual lagi atau tidak, dengan ketentuan yang telah ditetapkan untuk bisa mendapatkan point atau bonus. Dan apabila tidak bisa mencapai target tersebut, maka keanggotaannya akan dicabut dan uangnya pun hangus. Ini diharamkan karena unsur gharar-nya sangat jelas dan ada unsur kezaliman terhadap anggota.
3. Calon anggota mendaftar dengan membayar uang tertentu, tapi tidak ada keharusan untuk membeli atau menjual produk perusahaan, dia hanya berkewajiban mencari anggota baru dengan cara seperti di atas, yakni membayar uang pendaftaran. Semakin banyak anggota maka akan semakin banyak bonusnya. Ini adalah bentuk riba, karena menaruh uang di perusahaan tersebut kemudian mendapatkan hasil yang lebih banyak.
4. Mirip dengan yang sebelumnya, yaitu perusahaan MLM yang melakukan kegiatan menjaring dana dari masyarakat untuk menanamkan modal di perusahaan tersebut, dengan janji akan diberikan bunga dan bonus dari modalnya. Ini adalah haram karena ada unsur riba.
5. Perusahaan MLM yang melakukan manipulasi dalam memperdagangkan produknya, atau memaksa pembeli untuk mengkonsumsi produknya, atau yang dijual adalah barang haram, maka MLM tersebut jelas keharamannya. Namun bentuk ini tidak cuma ada pada bisnis MLM tapi bisa juga pada bisnis model lainnya.
Beberapa model MLM di atas telah jelas keharamannya, namun bagaimana sebenarnya hukum MLM secara umum:
Asy-Syaikh Abu Usamah Salim bin Ied Al-Hilali memaparkan:
Banyak pertanyaan seputar bisnis yang
banyak diminati oleh khalayak ramai. Yang secara umum gambarannya adalah
mengikuti program piramida dalam sistem pemasaran, dengan setiap anggota harus
mencari anggota-anggota baru dan demikian terus selanjutnya. Setiap anggota
membayar uang pada perusahaan dengan jumlah tertentu dengan iming-iming dapat
bonus, semakin banyak anggota dan semakin banyak memasarkan produknya maka akan
semakin banyak bonus yang dijanjikan.
Sebenarnya kebanyakan anggota Multi
Level Marketing (MLM) ikut bergabung dengan perusahaan tersebut adalah
karena adanya iming-iming bonus tersebut dengan harapan agar cepat kaya dalam
waktu yang sesingkat mungkin dan bukan karena dia membutuhkan produknya. Bisnis
model ini adalah perjudian murni.
Menurutnya, secara umum bisnis model MLM
hukumnya haram. Tujuan perusahaan MLM adalah membangun jaringan personil secara
estafet dan berkesi-nambungan. Jaringan ini akan menguntungkan anggota yang
berada pada level atas (upline) saja, sedangkan level bawah (downline)
selalu memberikan nilai point pada yang berada di level atas mereka.
Namun jika ada salah satu perusahaan MLM
yang selamat dari pelang-garan syar’i, maka hukumnya kembali pada kehalalannya,
karena memang pada dasarnya semua muamalah hukumnya halal kecuali kalau ada
sisi yang menjadi-kannya haram. Terdapat beberapa persyaratan yang harus
dipenuhi agar MLM menjadi sah menurut syari’ah, yaitu:
1. Produk yang
dipasarkan harus halal, thayyib (berkualitas) dan menjauhi syubhat.
2. Sistem akadnya harus
memenuhi kaedah dan rukun jual beli secara syar’i.
3. Operasional,
kebijakan, corporate culture, maupun sistem akuntansinya harus sesuai
syari’ah.
4. Tidak ada excessive
mark up harga barang (misalnya harga dinaikkan sampai dua kali lipat),
sehingga anggota terzalimi dengan harga yang sangat mahal, tidak sepadan dengan
kualitas dan manfaat yang diperoleh.
5. Struktur manajemennya
memiliki Dewan Pengawas Syari’ah (DPS) yang terdiri dari para ulama yang
memahami masalah ekonomi.
6. Formula intensif
harus adil, tidak menzalimi downline dan tidak menempatkan upline
hanya menerima pasif income tanpa bekerja. Upline tidak boleh
menerima income dari hasil jerih payah downline-nya.
7. Pembagian bonus harus
mencerminkan usaha masing-masing anggota.
8. Tidak ada eksploitasi
dalam aturan pembagian bonus antara orang yang awal menjadi anggota dengan yang
akhir.
9. Bonus yang diberikan
harus jelas angka nisbah-nya sejak awal.
10. Tidak
menitik-beratkan barang-barang tertier ketika ummat masih bergelut dengan
pemenuhan kebutuhan primer.
11. Cara penghargaan
kepada mereka yang berprestasi tidak boleh mencerminkan sikap hura-hura dan
pesta pora, karena sikap itu tidak sesuai dengan syari’ah.
Jika semua persyaratan di atas terpenuhi
oleh perusahaan MLM, maka jelas halalnya, bahkan mempunyai nilai positif,
karena di samping mengangkat derajat ekonomi ummat melalui sebuah usaha juga
menjalin ukhuwwah antar anggotanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar