PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Musaqah ialah pemilik kebun yang
memberikan kebunnya kepada tukang kebun agar dipeliharanya, dan penghasilan
yang didapat dari kebun itu dibagi antara keduanya, menurur perjanjian keduanya
sewaku akad.
Mukhabarah dan muzara'ah adalah paroan
sawah atau ladang yang benihnya bisa dari pemilik tanah dan penggarap. Memang
banyak orang yang mempunyai kebun, tapi tidak dapat memeliharanya, sedang yang
lain tidak memiliki kebun tapi sanggup bekerja. Maka dengan adanya peraturan
seperti ini keduanya dapat hidup dengan baik.
Dalam Musaqah, muzara'ah dan
mukhabarah, sering terjadi permasalahan dikalangan masyarakat, meskipun
ketentuan-ketentuan dan syarat sudah ada, tapi sering terjadi kesalahpahaman
antara pemilik tanah dengan penggarap dari segi hasilnya, karena hasil yang
diharapkan terkadang tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan, dan juga
mengenai hal benih yang akan ditanam.
Dari permasalahan seperti ini, penulis
bermaksud dalam makalah ini, untuk menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan
permasalahan itu, supaya tidak terjadi kesalahpahaman antara pemilik dengan
penggarap.
B.
Tujuan
penulisan
-
Memenuhi tugas
yang diberikan oleh dosen pembimbing
-
Menambah
khajanah ilmu pengetahuan
PEMBAHASAN
A. MUSAQAH
1. Pengertian Musaqah
Musaqah diambil
dari kata Al-saqa yaitu seseorang bekerja pada pohon tamar, anggur
(mengurusnya) atau pohon-pohon yang lainnya supaya mendatangkan kemashlahatan
dan mendapatkan bagian tertentu dari hasil yang di urus sebagai imbalan.
Adapun menurut
istilah adalah:
-
Menurut
Abdurrahman Al-Jaziri: “Akad untuk pemeliharaan pohon; kurma, tanaman
(pertanian) dan yang lainnya dengan syarat-syarat tertentu.
-
Menurut
Malikiyah: “Sesuatu yang tumbuh ditanah.
-
Menuut
Syafi’iyah: ” Membeikan pekerjaan orang yang memiliki pohon tamar dan anggur
kepada orang lain untuk kesenangan keduanya dengan menyiram, memelihara, dan
menjaganya dan bagi pekerja memperoleh bagian tertentu dari buah yang dihasilkan
pohon-pohon tersebut.
-
Menurut
Hanabilah musaqah mencakup dua hal yaitu:
1)
Pemilik
menyerahkan tanah yang sudah ditanami, seperti pohon anggur, kurma dan yang
lainnya, baginya ada buahnya yang dimakan sebagai bagian tertentu dar buah
pohon tersebut.
2)
Seseorang
menyerahkan tanah dan pohon, pohon tersebut belum ditanamkan yang menanamkan
akan memperoleh bagian tertentu dari buah pohon yang ditanamnya.
-
Menurut Syaikh
Syihab al-Din al-Qalyubi dan Syaikh Umairah: “memperkerjakan manusia untuk
mengurus pohon dengan menyiram dan memeliharanya dan hasil yang dirizkikan
Allah dari pohon itu untuk mereka berdua.
-
Menurut Hasbi
Ash-Shiddiqi: “Syarikat pertanian untuk memperoleh hasil dari pepohonan.
Dapat
disimpulkan dari definisi-definisi diatas bahwa musaqah adalah akad antara
pemilik dan pekerja untuk memelihara pohon, sebagai upahnya adalah buah dari
pohon yang diurusnya.
2. Dasar Hukum Musaqah
Dasar hukumnya
yaitu Al-hadits yang di riwayatkan oleh Imam Muslim dari Ibnu Amr ra bahwa
Rasulullah saw bersabd:
“ Memberikan
tanah khaibar dengan bagian separoh dari penghasilan, baik buah-buahan maupun
pertanian . Pada
riwayat lain dinyatakan bahwaRasul menyerahkan tanah khaibar itu kepada Yahudi,
untuk diolah dan modal dari hartanya, penghasilan separohnya untuk nabi.”
3.
Rukun dan Syarat Musaqah
Rukun Musaqah:
1)
Shigat, yang dilakukan kadang-kadang dengan jelas dan
samaran, yang disyaratkan dengan lafadz dan tidak cukup dengan perbuatan saja.
2)
Dua orang yang akad (al-aqidain), dengan syarat baligh,
berakal dan tidak berada dibawah pengampuan.
3)
Objek musaqah
(kebun dan semua pohon yang berbuah)
4)
Masa kerja,
hendaklah ditentukan lama waktu yang akan dikerjakan.
5)
Buah, hendaklah ditentukan bagian masing-masing.
Syarat-syarat musaqah:
1)
Ahli dalam akad
2)
Menjelaskan bagian penggarap
3)
Membebaskan pemilik dari pohon
4)
Hasil dari pohon dibagi antara dua orang yang melangsungkan
akad
5)
Sampai batas akhir, yakni menyeluruh sampai akhir.
4.
Hukum Musaqah
a.
Hukum musaqah
sahih
Menurut ulama Hanafiyah hukum musaqah
sahih adalah:
·
Segala
pekerjaan yang berkenaan dengan pemeliharaan pohon diserahkan kepada penggarap,
sedang biaya yang diperlukan dalam pemeliharaan dibagi dua,
·
Hasil dari
musaqah dibagi berdasarkan kesepakatan,
·
Jika pohon
tidak menghasilkan sesuatu, keduanya tidak mendapatkan apa-apa,
·
Akad adalah lazim
dari kedua belah pihak,
·
Pemilik boleh
memaksa penggarap untuk bekerja kecuali ada uzur,
·
Boleh menambah
hasil dari ketetapan yang telah disepakati,
·
Penggarap tidak
memberikan musaqah kepada penggarap lain kecuali jika di izinkan oleh pemilik.
Menurut ulama
Malikiyah:
·
Sesuatu yang
tidak berhubungan dengan buahtidak wajib dikerjakandan tidak boleh disyaratkan,
·
Sesuatu yang
berkaitan dengan buah yang membekas di tanah tidak wajib dibenahi oleh
penggarap.
·
Sesuatu yang
berkaitan dengan buah tetapi tidak tetap adalah kewajiban penggarap, seperti
menyiram atau menyediakan alat garapan, dan lain-lain.
Menurut ulama
Syafi’iyah dan Hanabilah sepakat dengan ulama Malikiyah akan tetapi menambahkan
bahwa segala pekerjaan yang rutin setiap tahun adalah kewajiban penggarap,
sedangkan pekerjaan yang tidak rutin adalah kewajiban pemilik tanah.
b.
Hukum musaqah
fasid
Musaqah fasid adalah akad yang tidak
memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan syara’.
Menurt ulama Hanafiyah, musaqah fasid
meliputi:
·
Mensyaratkan
hasil musaqah bagi salah seorang dari yang akad,
·
Mensyaratkan
salah satu bagian tertentu bagi yang akad,
·
Mensyaratkan
pemilik untuk ikut dalam penggarapan,
·
Mensyaratkan
pemetikan dan kelebihan pada penggarap,Mensyaratkan penjagaan pada penggarap
setelah pembagian,
·
Mensyaratkan
kepada penggarap untuk terus bekerja setelah habis wakt akad,
·
Bersepakat
sampai batas waktu menurut kebiasaan,
·
Musaqah digarap
oleh banyak orang sehingga penggarap membagi lagi kepada penggarap lainnya.
5.
Habis waktu
Musaqah
Menurut ulama
Hanafiyah, musaqah dianggap selesai apabila:
a.
Habis waktu
yang telah disepakati oleh kedua belah pihak yang akad
b.
Meninggalnya
salah seorang yang akad
c.
Membatalkan,
baik dengan ucapan jelas atau adanya uzur.
Ulama Syafi’iyah dan Hanabilah
berpendapat musaqah selesai jika habis waktu.
B.
MUZARA’AH dan MUKHABARAH
1.
Pengertian
Muzara’ah dan Mukhabarah
Menurut
etimologi, muzara,ah adalah wajan “mufa’alatun” dari kata “az-zar’a” artinya
menumbuhkan. Al-muzara’ah memiliki arti yaitu al-muzara’ah yang berarti tharhal-zur’ah
(melemparkan tanaman), maksudnya adalah modal.
Sedangkan
menurut istilah muzara’ah dan mukhabarah adalah:
·
Ulama
Malikiyah; “Perkongsian adalah bercocok tanam”
·
Ulama
Hanabilah: “Menyerahkan tanah kepada orang yang akan bercocok tanam atau mengelolanya,
sedangkan tanaman hasilnya tersebut dibagi antara keduanya.
·
Ulama
Syafi’iyah: “Mukhabarah adalah mengelola tanah di atas sesuatu yang dihasilkan
dan benuhnya berasal dari pengelola. Adapun mujara’ah, sama seperti mukhabarah, hanya saja benihnya
berasal dari pemilik tanah.”
2.
Dasar Hukum
Mukhabarah dan Muzara’ah
Dasar hukum
yang digunakan para ulama dalam menetapkan hukum mukhabarah dan muzara’ah
adalah sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas
r.a
“Sesungguhnya
Nabi Saw. menyatakan, tidak mengharamkan muzara’ah, bahkan beliau menyuruhnya,
supaya yang sebagian menyayangi sebagian yang lain, dengan katanya, barangsiapa
yang memiliki tanah, maka hendaklah ditanaminya atau diberikan faedahnya kepada
saudaranya, jika ia tidak mau, maka boleh ditahan saja tanah itu.”
3.
Rukun dan
Syarat Muzara’ah
Rukun
Muzara’ah:
1)
Tanah
2)
Perbuatan pekerja
3)
Modal
4)
Alat-alat untuk menana
Syarat-syarat Muzara’ah:
Syarat aqid (orang yang
melangsungkan aqad)
1)
Syarat tanaman
2)
Hal yang berkaitan dengan perolehan hasil dari tanaman
3)
Hal yang berhubungan dengan tanah yang akan ditanami
4)
Hal yang berkaitan dengan waktu
5)
Syarat alat becocok tanam.
6)
Hukum Muzara’ah
a.
Hukum muzara’ah
sahih
Menurut ulama Hanafiyah, hukum
mujara’ah yang sahih adalah sebagai berikut:
-
Segala
keperluan untuk memelihara tanaman diserahkan kepada penggarap.
-
Pembiayaan atas tanaman dibagi antara penggarap dan pemilik
tanah.
-
Hasil yang diperoleh dibagikan berdasarkan kesepakatan waktu
akad.
-
Menyiran atau menjaga tanaman.
-
Dibolehkan
menambah penghasilan dan kesepakatan waktu yang telah ditetapkan.
-
Jika salah
seorang yang akad meninggal sebelum diketahui hasilnya, penggarap tidak
mendapatkan apa-apa sebab ketetapan akad didasarkan pada waktu.
b.
Hukum Muzara’ah
fasid
Menurut ulama Hanafiya, hukum muzara’ah
fasid adalah:
-
Penggarap tidak
berkewajiban mengelola.
-
Hasil yang keluar
merupakan pemilik benih.
-
Jika dari
pemilik tanah, penggarap berhak mendapatkan upah dari pekerjaannya
4.
Habis Waktu
Muzara’ah
Beberapa hal
yang menyebabkan mujara’ah habis:
-
Habis
mujara’ah.
-
Salah seorang yang akad meninggal.
-
Adanya uzur.
5.
Hikmah
Muzara’ah dan Mukhabarah
Muzara’ah dan
mukhabarah disyariatkan untuk menghindari adanya pemilikan hewan ternak yang
kurang bisa dimanfaatkan karena tidak ada tanah untuk diolah dan menghindari
tanah yang juga dibiarkan tidak diproduksikan karena tidak ada yang
mengolahnya.
Muzara’ah dan
mukhabarah terdapat pembagian hasil. Untuk hal-al lainnya yang bersifat teknis
disesuaikan dengan syirkah yaitu konsep bekerja sama dalam upaya menyatukan
potensi yang ada pada masing-masing pihak dengan tujuan bisa saling
menguntungkan.
DAFTAR PUSTAKA
Ø
Suhendi, Hendi. Fiqih Muamalah, Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2005
Ø
Syafe'i, Rahmat. Fiqih Muamalah, Pustaka Setia, Bandung, 2001
Ø
Rasjid, Suliman.
Fiqih Islam, Sinar Baru Algensindo, Bandung, 1994
Tidak ada komentar:
Posting Komentar