BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada era
informasi dan globalisasi dewasa ini telah memungkinkan manusia menempuh
perjalanan di udara dengan pesawat terbang selama berpuluh-puluh jam tanpa
berhenti di daratan. Umat Islam yang menempuh perjalanan selama berpuluh-puluh
jam seperti ketika menempuh perjalanan dari Indonesia ke Arab Saudi untuk
melaksankan ibadah haji, dapat dipastikan akan melewati beberapa waktu shalat
sehingga tidak mungkin dilaksanakan secara jama’ sesudah mendarat di daratan.
Menghadapi realitas tersebut, umat Islam yang menempuh
perjalanan panjang dengan pesawat terbang menjadi bertanya-tanya, apakah
kewajiban shalat mereka menjadi gugur atau harus melaksanakan shalat secara
qadha sesudah mendarat atau boleh melakukan shalat di dalam pesawat dengan
segala keterbatasannya baik dalam bersuci maupun dalam tata cara shalatnya.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Tayammum
Tayammum secara etimologi adalah: القصد yang berarti
maksud atau tujuan. Dikatakan dalam bahasa Arab: تيممت فلانا وتأممته أي قصدته .
Makna yang sama juga terdapat dalam firman Allah:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ
وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ وَلَا تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ
تُنْفِقُونَ وَلَسْتُمْ بِآخِذِيهِ إِلَّا أَنْ تُغْمِضُوا فِيهِ وَاعْلَمُوا
أَنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ
Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di
jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa
yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang
buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau
mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan Ketahuilah,
bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.
Secara terminologi, ulama fiqih memiliki beberapa
definisi mengenai Tayammum diantaranya :
Muhammad al-Sharbini al-Khatib dari kalangan
Shafi’iyah mendefinisikan tayammum sebagai berikut:
إيصال التراب الى الوجه و اليدين بدلا عن الوضوء و الغسل أو عضو منهما
بشرائط مخصوصة
Menyapu wajah dan kedua tangan dengan debu sebagai
pengganti wudhu dan mandi (wajib) atau juga sebagai pengganti dari anggota
tubuh (yang wajib dibasuh) pada keduanya dengan syarat-syarat yang telah
ditentukan.
Al Buhuti dari golongan Hanafiyah mendefinisikan
tayammum sebagai berikut:
مسح الوجه واليدين عن صعيد *
طهرم
Menyapu wajah dan kedua tangan dengan sa’id yang
suci
Menurut Malikiyah tayammum adalah:
Menyapu wajah dan kedua tangan yang dibarengi niat
dengan menggunakan tanah yang suci.
Ulama Hanabilah mendefinisikan tayammum sebagai
berikut:
مسح الوجه واليدين بتراب طهور على وجه مخصوص.
Menyapu wajah dan kedua tangan dengan debu yang
suci dan dengan cara yang sudah ditentukan.
B.
Dalil/Dasar Hukum Tayammum
- Al-Qur’an
a.
QS. Al-Maidah (5) : 6
$pkr'¯»t úïÏ%©!$#
(#þqãYtB#uä #sÎ)
óOçFôJè% n<Î)
Ío4qn=¢Á9$# (#qè=Å¡øî$$sù
öNä3ydqã_ãr öNä3tÏ÷r&ur
n<Î) È,Ïù#tyJø9$#
(#qßs|¡øB$#ur öNä3ÅrâäãÎ/
öNà6n=ã_ör&ur n<Î)
Èû÷üt6÷ès3ø9$# 4
bÎ)ur öNçGZä.
$Y6ãZã_ (#rã£g©Û$$sù
4 bÎ)ur NçGYä.
#ÓyÌó£D ÷rr&
4n?tã @xÿy
÷rr& uä!%y`
Ótnr& Nä3YÏiB
z`ÏiB ÅÝͬ!$tóø9$#
÷rr& ãMçGó¡yJ»s9
uä!$|¡ÏiY9$# öNn=sù
(#rßÅgrB [ä!$tB
(#qßJ£JutFsù #YÏè|¹
$Y6ÍhsÛ (#qßs|¡øB$$sù
öNà6Ïdqã_âqÎ/ Nä3Ï÷r&ur
çm÷YÏiB 4
$tB ßÌã
ª!$# @yèôfuÏ9
Nà6øn=tæ ô`ÏiB
8ltym `Å3»s9ur
ßÌã öNä.tÎdgsÜãÏ9
§NÏGãÏ9ur ¼çmtGyJ÷èÏR
öNä3øn=tæ öNà6¯=yès9
crãä3ô±n@ ÇÏÈ
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak
mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan
sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika
kamu junub Maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau
kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak
memperoleh air, Maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah
mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu,
tetapi dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu,
supaya kamu bersyukur.
b.
QS. Al-Nisa (4) : 43
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#qãYtB#uä
w (#qç/tø)s? no4qn=¢Á9$# óOçFRr&ur 3t»s3ß 4Ó®Lym
(#qßJn=÷ès?
$tB
tbqä9qà)s? wur
$·7ãYã_
wÎ) ÌÎ/$tã
@@Î6y
4Ó®Lym (#qè=Å¡tFøós? 4 bÎ)ur LäêYä.
#ÓyÌó£D ÷rr&
4n?tã @xÿy
÷rr& uä!$y_
Ótnr& Nä3YÏiB z`ÏiB ÅÝͬ!$tóø9$#
÷rr& ãLäêó¡yJ»s9 uä!$|¡ÏiY9$#
öNn=sù (#rßÅgrB [ä!$tB
(#qßJ£JutFsù
#YÏè|¹ $Y7ÍhsÛ
(#qßs|¡øB$$sù
öNä3Ïdqã_âqÎ/
öNä3Ï÷r&ur
3
¨bÎ) ©!$#
tb%x.
#qàÿtã
#·qàÿxî ÇÍÌÈ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu
ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub
terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. dan jika kamu sakit atau
sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu Telah
menyentuh perempuan, Kemudian kamu tidak mendapat air, Maka bertayamumlah kamu
dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah
Maha Pema'af lagi Maha Pengampun.
- Sunnah Nabi
a.
Rasulullah Saw bersabda:
أعطيت خمسا لم يعطهن أحد قبلي نصرت بالرعب مسيرة شهر وجعلت لي الأ رض مسجدا
وطهورا فأيما رجل أدركته الصلاة فاليصل وأحلت لى الغناءم ولم تحل لاحد قبلى و
أعطيت الشفاعة وكان النبي يبعث فى قومه خاصة و بعثت الى الناس عامة.
Saya diberi Allah lima perkara yang tidak diberikan
kepada seorangpun sebelumku: saya ditolong Allah dengan memasukan rasa takut
(ke dalam hati musuh) sepanjang satu bulan perjalanan, dijadikan bumi bagiku
sebagai mesjid dan alat untuk bersuci, maka siapa saja dari umatku menemui
waktu shalat hendaklah ia shalat, dihalalkan bagiku harta rampasan perang
sedang bagi orang-orang sebelumku tidak dihalalkan, saya diberi hak untuk
membaeri syafaat, dan yang kelima, jika Nabi-nabi sebelumnya hanya diutus
kepada kaumnya semata, maka saya diutus kepada seluruh manusia. (H.R.
Al-Bukhari dan Muslim)
b.
Hadis yang diriwayatkan oleh ‘Amr
Ibn Syuaib:
وعن عمرو بن شعيب عن أبيه عن جده قال:قال رسول الله صلى الله عليه وسلم:
جعلت لنا الأرض كلها مسجداً وتربتها طهوراً
Dari Amr Ibn Shu’aib dari ayahnya dari kakeknya berkata: Rasulullah Saw
bersabda: seluruh bumi dijadikan allah untuk kita sebagai tempat
peribadatan dan tanah sebagai alat untuk bersuci.
c.
Hadis yang diriwayatkan oleh Abu
Daud dari Abu Dhar al-Gifari dari Rasullah Saw:
Tanah merupakan alat bersucinya seorang muslim selagi ia belum
mendapatkan air (untuk bersuci) meskipun hal itu berlangsung selama sepuluh
tahun.
C.
Sebab-Sebab Disyariatkan
Tayammum
Tayammum merupakan salah satu bentuk ibadah yang hanya
diberikan Allah kepada umat Muhammad Saw. Tayammum disyariatkan pada tahun ke 6
H. Peristiwa itu terjadi ketika perang bani Musthaliq. Sebab musababnya
dituturkan oleh Saiyidah Aisyah berikut ini:
Kami pergi dengan Nabi Saw. Dalam suatu perjalanan
hingga sesampai di Baida rantaiku telah terputus. Nabi pun mencarinya begitupun
orang-orang turut mencarinya. Kebetulan tempat itu tidak berair, mereka juga
pada waktu itu tidak membawa air. Orang-orang pun mendatangi Abu Bakar dan
berkata: tidakkah anda mengetahui apa yang telah diperbuat Aisyah? Maka
datanglah Abu Bakar dan Nabi sedang berada di atas pahaku sedang tertidur. Maka
ia pun mencelaku dan mengeluarkan kata-kata sesuka hatinya, bahkan menusuk
pinggangku dengan tangannya. Aku menahan diri untuk tidak bergerak karena
mengingat Nabi sedang berada di atas pahaku. Demikianlah ia tidur sampai pagi
tanpa air. Maka Allah pun menurunkan ayat tayammum yakni “bertayammumlah kamu”.
Berkatalah Usaid Ibn Hudair ini bukan berkah yang pertama kali yang datang
kepada kamu hai keluarga Abu Bakar!! Selanjutnya Aisyah berkata: kemudian orang-orang
pun menghalau unta yang kukendarai, maka kami pun mendapatkan rantai tersebut
di bawahnya. (HR. Jammaah kecuali Turmuzi).
D.
Sebab-Sebab Yang
membolehkan Tayammum
Sayyid Sabiq, ahli hukum Islam kontemporer asal Mesir
berpendapat bahwa tayammum boleh dilakukan oleh orang yang musafir maupun yang
mukim apabila mendapatkan sebab-sebab berikut ini:
- Apabila ia tidak mendapatkan air atau memperolehnya tetapi tidak cukup digunakan untuk bersuci, sesuai dengan hadis yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dan Muslim:
كنا
مع رسو ل الله صلى الله عليه وسلم في سفر فصلى با الناس فإذا هو برجل معتزل فقال
ما منعك أن تصلى؟ قال أصابتنى جنابة قال عليك با لصعيد فإنه يكفيك.
Ketika
kami berada dalam perjalanan bersama Rasulullah Saw. Ia pun shalat bersama
orang-orang. Ketika itu beliau melihat seorang lelaki mengasingkan diri, beliau
pun bertanya kepadanya: apa yang menghalangimu untuk tidak melaksanakan shalat?
Lelaki itu menjawab aku sedang junub dan tidak ada air. Nabi bersabda:
hendaknya engkau menggunakan tanah karena itu cukup bagimu.
Namun
sebelum bertayammum seseorang wajib terlebih dahulu mencari air. Apabila telah
yakin bahwa air tidak ada atau ada tetapi jauh, ia tidak wajib mencarinya.
- Apabila ia mempunyai luka atau sakit dan khawatir jika menggunakan air penyakitnya akan bertambah atau kesembuhannya akan terhambat, baik hal itu diketahui melalui pengalaman ataupun petunjuk dokter yang dipercaya. Dasar hukum tayammum ini adalah hadis Jabir yang diriwayatkan Abu daud berikut ini:
Kami
pernah melakukan suatu perjalanan, lalu salah seorang dari kami tertkena batu
yang menyebabkan kepalanya robek. Orang ini bermimpi junub lalu bertanya kepada
teman-temannya; apakah kalian mendapatkan keringanan bagiku untuk bertayammum?
Mereka menjawab ; kami tidak mendapatkan keringanan bagimu karena kamu mampu
menggunakan air. Atas jawaban teman-temannya itu orang ini mandi dan kemudian
meninggal dunia. Kejadian itu terdengar oleh Nabi Saw. Lalu beliau bersabda:
mereka telah membunuhnya maka Allah memurkai mereka. Mengapa mereka tidak
bertanya jika memang mereka tidak tahu? Sesungguhnya obat kebodohan adalah
bertanya. Sesungguhnya orang itu cukup bertayammum atau membalut lukanya dengan
kain lalu mengusapnya.
- Apabila air sangat dingin, sedangkan ia tidak mampu menghangatkannya dan menduga jika ia menggunakannya maka akan terkena bahaya.
- Apabila ia dekat dengan air, tetapi jika ia takut jika diri, kehormatan, harta, atau perbekalannya terancam, dihadang oleh musuh, dipenjara, atau tidak mampu mengeluarkannya karena tidak ada alat untuk mengeluarkannya.
- Bila seseorang membutuhkan air untuk dirinya atau anjing peliharaannya, atau air itu digunakan untuk masak atau menghilangkan najis.
- Apabila ia mampu untuk menggunakan air tetapi khawatir akan kehabisan waktu shalat jika ia menggunakannya untuk berwudhu atau mandi. Dalam kondisi seperti itu ia boleh bertayammum dan melaksanakan shalat.
E.
Tayammum di Atas Pesawat
Bila kita memperhatikan ketentuan-ketentuan yang telah
ditetapkan dalam madhhab Syafi’i yakni bertayammum dengan menggunakan tanah,
maka menurut madhhab ini tayammum yang dilakukan di pesawat terbang dengan
menggunakan kursi sebagai alatnya dianggap tidak sah.
Dengan demikian orang yang berada dipesawat menurut
Madhhab Syafi’i dihukumi sebagai orang yang kehilangan dua alat untuk bersuci
(faqid al-tahurain). dalam hal ini ia tetap diwajibkan untuk mengerjakan shalat
demi menghormati waktu. Imam Baijuri berkata:
Bagi orang yang tidak mendapatkan air dan tanah, maka ia harus
melaksanakan shalat fardhu, demi menghormati waktu dan kemudian mengulanginya
kembali jika telah mendapatkan salah satu dari keduanya.
Pendapat di atas, juga merupakan hasil keputusan
muktamar Nahdatul Ulama di Yogyakarta pada tanggal 25-28. Dalam keputusan
tersebut disebutkan bahwa tayammum di pesawat dengan menggunakan kursi sebagai
alatnya tidak sah. Sedangkan shalatnya dilakukan semata-mata hanya untuk
menghormati waktu yang ada.
Sementara bila mengikuti pendapat kalangan Hanabila
yang membolehkan tayammum dengan menggunakan alat semacam pakaian, kain, rambut
dan sebagainya yang mengandung debu maka dapat dikatakan bahwa tayammum
dipesawat dibolehkan dan shalatnya dianggap sah. Pendapat kedua ini menjadi
pilihan pendapat Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Propinsi DKI
Jakarta.
Menurut penulis dalam menyikapi hal seperti ini
sebaiknya bagi mereka yang menganut mazhab Syafi’i melakukan talfiq untuk
mengikuti pendapat yang membolehkan tayammum, yang diwakili oleh Hanabila.
Namun yang perlu di perhatikan di sini adalah syarat dan ketentuan-ketentuan
yang telah ditetapkan oleh madhahab hanbali yang berkaitan dengan tayammum
tersebut. Menurut hemat penulis, hendaknya setiap penumpang yang ingin
melakukan tayammum di pesawat terlebih dahulu memeriksa kursi pesawat. Apabila
kursi tersebut mengandung debu sebagaimana yang disyaratkan ulama Hanabila maka
hendaknya ia bertayammum dengan debu yang melekat pada kursi, pakaian, tas,
atau barang-barang yang mengandung debu tersebut yang dibawah oleh seorang
penumpang. Namun apabila kursi, pakaian, tas, dan barang-barang lainya yang
dibawa oleh penumpang tersebut tidak mengandung debu, maka penulis lebih
cenderung mengikuti pendapat Syafi’iyah yang mengatakan bahwa shalatnya
semata-mata hanya sekedar untuk menghormati waktu yang ada dan wajib menggantinya
apabila ia telah mendapatkan salah satu dari keduanya.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari
pemaparan makalah di atas penulis dapat menyimpulkan beberapa poin di
antaranya:
- Tayammum merupakan salah satu rukhsah yang Allah anugerahkan kepada umat Islam sebagai pengganti dari air.
- Seseorang dibolehkan melakukan tayammum apabila telah mendapatkan salah satu sebab yang sudah disebutkan sebelumnya.
- Ulama sepakat bahwa tayammum dengan menggunakan tanah murni dibolehkan sedangkan tayammum dengan menggunakan benda selain tanah masih menjadi perdebatan di antara mereka dan masing-masing mempunyai argumentasi yang kuat.
- Tayammum di atas pesawat kalau menurut maddhab Syafi’i tidak dibenarkan karena tidak menggunakan tanah. Sementara dalam madhhab hanbali dibolehkan apabila memenuhi ketentuan-ketentuan yang telah mereka gariskan.
DAFTAR
PUSTAKA
Ø
Hassan Saleh, Kajian
Fiqh Nabawi & Fiqh Kontemporer, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008,
Ø Rasyid, M. Hamdan, Fiqih Indonesia : himpunan fatwa-fatwa
aktual, Jakarta: Al Mawardi Prima, 2003.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar