BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
sering
terdengar dikalangan orang-orang disekitar kita membicarakan tentang apa itu
Hakekat!.. Disini pemakalah akan mencoba menyinggung sedikit tentang apa yang
dimaksud dengan Hakekat agar pembaca tidak lagi salah persepsi dalam memahami
atau mempelajari ilmu Tasawuf yang menyangkut dengan Hakekat.
B.
TUJUAN PENULISAN
Ada
pun tujuan dari penulisan dari makalah ini untuk menyelesaikan tugas pribadi
dari dosen pembimbing.
Untuk
menambah keilmuan kita sebagai mahasiswa yang kelak meamalkan apa yang
di[erintahkan oleh Allah SWT.
BAB
II
PEMBAHASAN
HAKEKAT
A.
Pengertian Hakekat
Istilah
bahasa hakikat
berasal dari kata "Al-Haqq", yang berarti kebenaran. Kalau dikatakan
Ilmu Hakikat, berarti ilmu yang digunakan untuk mencari suatu kebenaran.
Kemudian beberapa ahli merumuskan definisinya sebagai berikut:
1)
Asy-Syekh Abu Bakar Al-Ma'ruf mengatkan : "Hakikat adalah (suasana kejiwaan)
seorang Saalik (Shufi) ketika ia mencapai suatu tujuan sehingga ia dapat
menyaksikan (tanda-tanda) ketuhanan dengan mata hatinya".
2)
Imam Al-Qasyairiy mengatakan: "Hakikat
adalah menyaksikan sesuatu yang telah ditentukan, ditakdirkan, disembunyikan
(dirahasiakan) dan yang telah dinyatakan (oleh Allah kepada hamba-Nya".
Hakikat yang didapatkan oleh Shufi setelah lama menempuh Tarekat dengan selalu
menekuni Suluk, menjadikan dirinya yakin terhadap apa yang dihadapinya. Karena
itu, Ulama Shufi sering mengalami tiga macam tingkatan keyakinan:
a)
"Ainul Yaqiin; yaitu tingkatan keyakinan
yang ditimbulkan oleh pengamatan indera terhadap alam semesta, sehingga
menimbulkan keyakinan tentang kebenaran Allah sebagai penciptanya;
b)
"Ilmul Yaqiin; yaitu tingkatan keyakinan
yang ditimbulkan oleh analisis pemikiran ketika melihat kebesaran Allah pada alam
semesta ini.
c)
"Haqqul Yaqqin; yaitu suatu keyakinan yang
didominasi oleh hati nurani Shufi tanpa melalui ciptaan-Nya, sehingga segala
ucapan dan tingkah lakunya mengandung nilai ibadah kepada Allah SWT. Maka
kebenaran Allah langsung disaksikan oleh hati, tanpa bisa diragukan oleh
keputusan akal".
Pengalaman
batin yang sering dialami oleh Shufi, melukiskan bahwa betapa erat kaitan
antara hakikat dengan mari"fat, dimana hakikat itu merupakan tujuan awal
Tasawuf, sedangkan ma'rifat merupakan tujuan akhirnya. Sedangkan Haqiqah secara
etimologi berarti inti sesuatu, puncak atau sumber dari segala sesuatu, dalam
dunia sufi, haqiqah diartikan sebagai aspek lain dari syari`ah yang bersifat
lahiriah, yaitu batiniah, sehingga rahasia yang paling dalam dari segala amal,
inti dari syariah dan akhir dari perjalanan yang ditempuh oleh orang sufi.
Haqiqah juga
dapat berarti kebenaran sejati dan mutlak, sebagai akhir dari semua
perjalanan, tujuan segala jalan Hakikat dalam Tasawuf hakikat adalah imbangan kata syariat yang identik dengan aspek kerohanian dalam ajaran Islam. Untuk merintis jalan mencapai hakikat seseorang harus memulai dengan aspek moral yang dibarengi aspek ibadah. Bila kedua aspek ini diamalkan dengan penuh kesungguhan dan keikhlasan akan dapat meningkatkan kondisi mental seseorang dari tingkat rendah secara bertahap ke tingkat yang lebih tinggi. Pada posisi tertinggi Tuhan akan menerangi hati sanubarinya dengan nur-Nya, sehingga ia betul-betul dapat dekat dengan Tuhan, mengenal Tuhan dan melihat-Nya dengan mata hatinya.
perjalanan, tujuan segala jalan Hakikat dalam Tasawuf hakikat adalah imbangan kata syariat yang identik dengan aspek kerohanian dalam ajaran Islam. Untuk merintis jalan mencapai hakikat seseorang harus memulai dengan aspek moral yang dibarengi aspek ibadah. Bila kedua aspek ini diamalkan dengan penuh kesungguhan dan keikhlasan akan dapat meningkatkan kondisi mental seseorang dari tingkat rendah secara bertahap ke tingkat yang lebih tinggi. Pada posisi tertinggi Tuhan akan menerangi hati sanubarinya dengan nur-Nya, sehingga ia betul-betul dapat dekat dengan Tuhan, mengenal Tuhan dan melihat-Nya dengan mata hatinya.
Syech Yusuf
al-Makasary, telah membagi kiblat maqam terdapat 4 macam :
1)
Kiblat Amal disebut kiblat orang-orang awam
(ahli syariat), seperti misal: bagi orang awam tidak sah sholat apabila tidak
menghadap arah ke kiblat masjidil haram
2)
Kiblat ilmu disebut kiblat orang-orang khusus
(al-khawas), sebagaimana Firman Allah “ Kemanapun kamu menghadap disitulah
wajah Allah” (Al-Baqarah : 115)
3)
Kiblat al-sirr disebut kiblat khususnya orang
khusus atau ahli hakikat-ma'rifat ( akhas al-khawas), kiblat ini adalah kiblat
rahasia yang meliputi segala sesuatu yang tampak, dalam segala sesuatu, atas
segala sesuatu, menurut segala sesuatu, bersama segala sesuatu, kepada segala
sesuatu dan Dialah Segala sesuatu itu.
4)
Kiblat Tawajjuh, adalah kiblat yang ada di
hatisanubari dan sejajar dengan hakekat hati, yang telah diisyaratkan dalam
sebuah Hadits “Hati seorang Mukmin adalah Arsyullah”.Sebagian ulama sufi menyatakan
“ Hati itu ghaib, al-Haq juga ghaib, sehingga yang ghaib lebih layak dengan
pendekatan yang ghaib pula. Apabila orang telah sampai pada keadaan ini, maka
dia termasuk orang bebas.
B.
Pendapat para Sufi
Di kalangan
Sufi orang yang telah mencapai tingkatan ini disebut ahli hakikat. Kalau
dihubungkan dengan Tuhan, hakikat adalah sifat-sifat Allah SWT, sedangkan Zat
Allah disebut al-Haqq. Sufi yang dikenal dengan faham hakikat adalah Abu Yazid
al-Bustami dan al-Hallaj yang pernah menyatakan “Ana al-Haqq”.
Pembicaraan
mengenai masalah ini tentu tidak bisa dilepaskan dari konsep Ittihad, Hulul dan
Tawhid yang dalam pemahaman selintas dapat diartikan sebagai penyatuan makhluk
dan Khalik. Para ulama Syari’at dalam Islam memandang konsep ini bertentangan
dengan Islam.
Oleh karena itu
sebagaimana diketahui al-Hallaj mati dibunuh karena mempunyai faham Hulul dan
seperti di Jawa Syekh Siti Jenar juga mengalami hal serupa. Kaum Sufi yang
mempunyai faham ini kelihatannya merasa takut untuk membicarakan Ittihad, Hulul
dan Tawhid. Karena itulah uraian tentang hal ini hanya dijumpai dalam
karangan-karangan modern dan tulisan-tulisan para Orientalis.
Ittihad adalah
satu tingkatan dalam Tasawuf ketika seorang Sufi telah merasa dirinya bersatu
dengan Tuhan. Saat itulah terjadi penyatuan antara yang mencintai dan yang
dicintai. Dalam kondisi Ittihad seperti inilah satu sama lain dapat memanggil
Ya Ana (wahai aku). Meskipun yang terlihat hanya satu wujud pada hakekatnya terdapat
dua wujud yang berbeda.
Adapun Hulul
berarti menempati atau mengambil tempat. Dalam Tasawuf, Hulul berarti suatu
keadaan (hal) yang dicapai seorang Sufi ketika aspek an-nasut (sifat
kemanusiaan) Allah SWT bersatu dengan aspek al-Lahut (sifat ketuhanan) yang ada
pada manusia. Hulul merupakan salah satu bentuk kebersatuan antara Allah SWT
dan manusia. Kondisi ini dapat terjadi apabila manusia dapat mencapai Fana’
dengan menghilangkan sifat-sifat kemanusiaan yang dimilikinya sehingga yang
tersisa hanyalah sifat-sifat ketuhanannya.
Sebagaimana
dijelaskan oleh Harun Nasution bahwa sebelum seorang Sufi dapat bersatu dengan
Tuhan ia harus lebih dahulu menghancurkan dirinya. Selama ia belum dapat
menghancurkan dirinya, yaitu selama ia masih sadar akan dirinya, ia tak akan
dapat bersatu dengan Tuhan. Penghancuran diri ini dalam Tasawuf disebut Fana’.
Penghancuran
diri dalam Fana’ ini senantiasa diiringi dengan Baqa’ yang berarti tetap atau
terus hidup. Fana’ dan Baqa’ merupakan dua sisi mata uang atau kembar dua
sebagaimana penjelasan Sufi “Jika kejahilan (kebodohan) seseorang hilang yang
akan tinggal ialah pengetahuan”.
Pada saat
seorang Sufi telah mencapai hancurnya perasaan atau kesadaran tentang adanya
tubuh kasar manusia dalam arti tidak disadarinya maka yang akan tinggal
hanyalah wujud rohaninya dan ketika itulah ia dapat bersatu dengan Tuhan. Dalam
kajian Tasawuf, Abu Yazid al-Bustamilah (W. 874 M) yang dipandang sebagai Sufi
pertama yang memunculkan faham Fana’ dan Baqa’.
Faham tersebut
tersimpul dalam kata-katanya: “Aku tahu pada Tuhan melalui diriku, hingga aku
hancur, kemudian aku tahu pada-Nya melalui diri-Nya, maka akupun hidup”.
Selanjutnya ia pun mengungkapkan: “Ia membuat aku gila pada diriku sehingga aku
mati, kemudian Ia membuat aku gila pada-Nya, dan akupun hidup.......Aku
berkata: Gila pada diriku adalah kehancuran dan gila pada-Mu adalah kelanjutan
hidup”.
Kelihatannya
Zunnun al-Misri baru sampai ke tingkat Ma’rifat sementara Abu Yazid al-Bustami
telah melewati tingkat tersebut dan mencapai Fana’ dan Baqa’ seterusnya Ittihad,
bersatu dengan Tuhan.
Dalam keadaan
Hulul seorang Sufi dapat mengeluarkan kata-kata yang aneh dalam pendengaran
awam, seperti yang diucapkan oleh al-Hallaj: “Ana al-Haqq (Aku adalah Yang Maha
Benar)”. Dalam istilah Sufi ungkapan-ungkapan seperti ini disebut Syatahat.
Munculnya istilah seperti ini disebabkan oleh rasa cinta yang berlimpah.
Menurut faham Hulul al-Hallaj, sebenarnyalah yang mengeluarkan kata-kata
tersebut bukan roh al-Hallaj, melainkan unsur an-nasut Allah yang sedang
mengambil tempat bersatu dengan unsur al-lahut al-Hallaj. Bukan pula pada Zat
Allah, melainkan unsur an-nasut-Nya yang mengambil tempat pada unsur lahut
manusia. Hal ini terlihat dari ungkapan syairnya: “Aku adalah Rahasia Tuhan
Yang Maha Benar, dan bukanlah yang Maha Benar itu Aku, Aku hanya satu dari yang
benar, bedakanlah antara kami atau aku dan Dia Yang Maha Benar”.
Dalam Hulul
proses kemanunggalan Allah SWT dan manusia itu adalah Allah SWT turun mengisi
dan memasuki serta mengambil tempat pada tubuh-tubuh manusia yang Ia pilih, sedangkan
dalam Ittihad roh manusia naik (Mi’raj), lebur manunggal di alam Ketuhanan.
Memang
mendalami dunia hakekat dapat menyebabkan seseorang menjadi sesat dan
"syirik", sebagaimana Ali bin Abi Thalib pernah berkata : “Mencari
Hakikat itu termasuk Syirik”. Sebagian ahli hakekat mengatakan :”Syarat
kesempurnaan ibadat seorang hamba adalah mengetahui bahwa yang disembah itu
tampak pada dirinya, kalau tidak demikian, maka ia tidak dapat menjadi
penyembah yang sebenarnya, sebab ia dapat memasuki lautan syirik yang
tersembunyi. Bagaimana tidak, sedangkan ia menjadi seorang penyembah karena ia
menerima perintah dariNya Ta’ala dan Dia adalah yang disembah, karena segala
sesuatu kembali kepadaNya. Ia juga harus mengetahui dan mengerti bahwa setiap
kali ia menghadapi sesuatu apakah itu gambaran atau pengertian , ia mendapati
al-Haq tampak padanya dan nyata olehnya dengan pengadaan dan penciptaaNya
secara umum. Hal ini dapat dicapai setiap orang sesuai dengan kemampuannya
dalam penerimaan penampakan itu secara khusus.
Sebagaimana Abu
Yazid al-Bhistami menyatakan “ Aku adalah yang mencintai dan yang dicintai
adalah Aku”. Abu Bakar al-Shiddiq berkata berkata “ Saya tidak pernah melihat
sesuatu, kecuali melihat Tuhan sebelumnya”, Umar Ibn al-Khattab berkata “Saya
tidak pernah melihat sesuatu, kecuali melihat Tuhan sesudahnya”, Usman ibn
Affan berkata “Saya tidak pernah melihat sesuatu, kecuali melihat Tuhan
bersamanya, Sedangkan Ali Ibn Abi Thalib berkata “Saya tidak pernah melihat
sesuatu, kecuali melihat Tuhan di dalamnya. Perkatan para sufi dalam hal ini
tujuannya sama. Adapun perbedaanya adalah terletak pada penyaksian perkataan
mereka tersebut terhadap masing-masing dari mereka sesuai dengan tingkatan
ma’rifatnya dalam kesufian.
Demikianlah
Petikan dari beberapa kitab hasil karya Syech Yusuf Taj al-Makasari, semoga
petikan ini dapat bermanfaat bagi para ahli suluk yang lagi berjalan menuju
kehadllirat Allah SWT.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Ø Istilah bahasa hakikat berasal dari kata "Al-Haqq",
yang berarti kebenaran. Kalau dikatakan Ilmu Hakikat, berarti ilmu yang
digunakan untuk mencari suatu kebenaran
Ø Sedangkan
Haqiqah secara etimologi berarti inti sesuatu, puncak atau sumber dari segala
sesuatu, dalam dunia sufi, haqiqah diartikan sebagai aspek lain dari syari`ah
yang bersifat lahiriah,
Ø Ittihad adalah
satu tingkatan dalam Tasawuf ketika seorang Sufi telah merasa dirinya bersatu
dengan Tuhan.
Ø Adapun Hulul
berarti menempati atau mengambil tempat. Dalam Tasawuf, Hulul berarti suatu
keadaan (hal) yang dicapai seorang Sufi ketika aspek an-nasut (sifat
kemanusiaan) Allah SWT bersatu dengan aspek al-Lahut (sifat ketuhanan) yang ada
pada manusia
B.
SARAN
Pemakalah sangat menyadari banyaknya kekurangan
yang terdapat dalam makalah ini, diharapkan kepada pembaca kritik dan sarannya
agar pemakalah dapat lebih baik lagi dalam penyusunan makalah yang akan dating.