Cari Blog Ini

Senin, 27 Mei 2013

Tayamum di atas pesawat



BAB I
PENDAHULUAN  
A.    Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pada era informasi dan globalisasi dewasa ini telah memungkinkan manusia menempuh perjalanan di udara dengan pesawat terbang selama berpuluh-puluh jam tanpa berhenti di daratan. Umat Islam yang menempuh perjalanan selama berpuluh-puluh jam seperti ketika menempuh perjalanan dari Indonesia ke Arab Saudi untuk melaksankan ibadah haji, dapat dipastikan akan melewati beberapa waktu shalat sehingga tidak mungkin dilaksanakan secara jama’ sesudah mendarat di daratan.
Menghadapi realitas tersebut, umat Islam yang menempuh perjalanan panjang dengan pesawat terbang menjadi bertanya-tanya, apakah kewajiban shalat mereka menjadi gugur atau harus melaksanakan shalat secara qadha sesudah mendarat atau boleh melakukan shalat di dalam pesawat dengan segala keterbatasannya baik dalam bersuci maupun dalam tata cara shalatnya.






BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Tayammum
Tayammum secara etimologi adalah: القصد yang berarti maksud atau tujuan. Dikatakan dalam bahasa Arab: تيممت فلانا وتأممته أي قصدته . Makna yang sama juga terdapat dalam firman Allah:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ وَلَا تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ مِنْهُ تُنْفِقُونَ وَلَسْتُمْ بِآخِذِيهِ إِلَّا أَنْ تُغْمِضُوا فِيهِ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ
Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan Ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.
Secara terminologi, ulama fiqih memiliki beberapa definisi mengenai Tayammum diantaranya :  
Muhammad al-Sharbini al-Khatib dari kalangan Shafi’iyah mendefinisikan tayammum sebagai berikut:
إيصال التراب الى الوجه و اليدين بدلا عن الوضوء و الغسل أو عضو منهما بشرائط مخصوصة
Menyapu wajah dan kedua tangan dengan debu sebagai pengganti wudhu dan mandi (wajib) atau juga sebagai pengganti dari anggota tubuh (yang wajib dibasuh) pada keduanya dengan syarat-syarat yang telah ditentukan.
Al Buhuti dari golongan Hanafiyah mendefinisikan tayammum sebagai berikut:
مسح الوجه واليدين عن صعيد *
طهرم
Menyapu wajah dan kedua tangan dengan sa’id yang suci
Menurut Malikiyah tayammum adalah:
Menyapu wajah dan kedua tangan yang dibarengi niat dengan menggunakan tanah yang suci.
Ulama Hanabilah mendefinisikan tayammum sebagai berikut:
مسح الوجه واليدين بتراب طهور على وجه مخصوص.
Menyapu wajah dan kedua tangan dengan debu yang suci dan dengan cara yang sudah ditentukan.
B.     Dalil/Dasar Hukum Tayammum
  1. Al-Qur’an
a.      QS. Al-Maidah (5) : 6
$pkšr'¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä #sŒÎ) óOçFôJè% n<Î) Ío4qn=¢Á9$# (#qè=Å¡øî$$sù öNä3ydqã_ãr öNä3tƒÏ÷ƒr&ur n<Î) È,Ïù#tyJø9$# (#qßs|¡øB$#ur öNä3ÅrâäãÎ/ öNà6n=ã_ör&ur n<Î) Èû÷üt6÷ès3ø9$# 4 bÎ)ur öNçGZä. $Y6ãZã_ (#r㍣g©Û$$sù 4 bÎ)ur NçGYä. #ÓyÌó£D ÷rr& 4n?tã @xÿy ÷rr& uä!%y` Ótnr& Nä3YÏiB z`ÏiB ÅÝͬ!$tóø9$# ÷rr& ãMçGó¡yJ»s9 uä!$|¡ÏiY9$# öNn=sù (#rßÅgrB [ä!$tB (#qßJ£JutFsù #YÏè|¹ $Y6ÍhŠsÛ (#qßs|¡øB$$sù öNà6Ïdqã_âqÎ/ Nä3ƒÏ÷ƒr&ur çm÷YÏiB 4 $tB ߃̍ムª!$# Ÿ@yèôfuŠÏ9 Nà6øn=tæ ô`ÏiB 8ltym `Å3»s9ur ߃̍ムöNä.tÎdgsÜãŠÏ9 §NÏGãŠÏ9ur ¼çmtGyJ÷èÏR öNä3øn=tæ öNà6¯=yès9 šcrãä3ô±n@ ÇÏÈ  
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub Maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, Maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.
b.      QS. Al-Nisa (4) : 43
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãYtB#uä Ÿw (#qç/tø)s? no4qn=¢Á9$# óOçFRr&ur 3t»s3ß 4Ó®Lym (#qßJn=÷ès? $tB tbqä9qà)s? Ÿwur $·7ãYã_ žwÎ) ̍Î/$tã @@Î6y 4Ó®Lym (#qè=Å¡tFøós? 4 bÎ)ur LäêYä. #ÓyÌó£D ÷rr& 4n?tã @xÿy ÷rr& uä!$y_ Ótnr& Nä3YÏiB z`ÏiB ÅÝͬ!$tóø9$# ÷rr& ãLäêó¡yJ»s9 uä!$|¡ÏiY9$# öNn=sù (#rßÅgrB [ä!$tB (#qßJ£JutFsù #YÏè|¹ $Y7ÍhŠsÛ (#qßs|¡øB$$sù öNä3Ïdqã_âqÎ/ öNä3ƒÏ÷ƒr&ur 3 ¨bÎ) ©!$# tb%x. #qàÿtã #·qàÿxî ÇÍÌÈ  
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi. dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu Telah menyentuh perempuan, Kemudian kamu tidak mendapat air, Maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pema'af lagi Maha Pengampun.
  1. Sunnah Nabi
a.       Rasulullah Saw bersabda:

أعطيت خمسا لم يعطهن أحد قبلي نصرت بالرعب مسيرة شهر وجعلت لي الأ رض مسجدا وطهورا فأيما رجل أدركته الصلاة فاليصل وأحلت لى الغناءم ولم تحل لاحد قبلى و أعطيت الشفاعة وكان النبي يبعث فى قومه خاصة و بعثت الى الناس عامة.
Saya diberi Allah lima perkara yang tidak diberikan kepada seorangpun sebelumku: saya ditolong Allah dengan memasukan rasa takut (ke dalam hati musuh) sepanjang satu bulan perjalanan, dijadikan bumi bagiku sebagai mesjid dan alat untuk bersuci, maka siapa saja dari umatku menemui waktu shalat hendaklah ia shalat, dihalalkan bagiku harta rampasan perang sedang bagi orang-orang sebelumku tidak dihalalkan, saya diberi hak untuk membaeri syafaat, dan yang kelima, jika Nabi-nabi sebelumnya hanya diutus kepada kaumnya semata, maka saya diutus kepada seluruh manusia. (H.R. Al-Bukhari dan Muslim)
b.      Hadis yang diriwayatkan oleh ‘Amr Ibn Syuaib:

وعن عمرو بن شعيب عن أبيه عن جده قال:قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: جعلت لنا الأرض كلها مسجداً وتربتها طهوراً
Dari Amr Ibn Shu’aib dari ayahnya dari kakeknya berkata: Rasulullah Saw bersabda: seluruh bumi dijadikan allah untuk kita sebagai tempat peribadatan dan tanah sebagai alat untuk bersuci.
c.       Hadis yang diriwayatkan oleh Abu Daud dari Abu Dhar al-Gifari dari Rasullah Saw:
Tanah merupakan alat bersucinya seorang muslim selagi ia belum mendapatkan air (untuk bersuci) meskipun hal itu berlangsung selama sepuluh tahun.
C.    Sebab-Sebab Disyariatkan Tayammum
Tayammum merupakan salah satu bentuk ibadah yang hanya diberikan Allah kepada umat Muhammad Saw. Tayammum disyariatkan pada tahun ke 6 H. Peristiwa itu terjadi ketika perang bani Musthaliq. Sebab musababnya dituturkan oleh Saiyidah Aisyah berikut ini:
Kami pergi dengan Nabi Saw. Dalam suatu perjalanan hingga sesampai di Baida rantaiku telah terputus. Nabi pun mencarinya begitupun orang-orang turut mencarinya. Kebetulan tempat itu tidak berair, mereka juga pada waktu itu tidak membawa air. Orang-orang pun mendatangi Abu Bakar dan berkata: tidakkah anda mengetahui apa yang telah diperbuat Aisyah? Maka datanglah Abu Bakar dan Nabi sedang berada di atas pahaku sedang tertidur. Maka ia pun mencelaku dan mengeluarkan kata-kata sesuka hatinya, bahkan menusuk pinggangku dengan tangannya. Aku menahan diri untuk tidak bergerak karena mengingat Nabi sedang berada di atas pahaku. Demikianlah ia tidur sampai pagi tanpa air. Maka Allah pun menurunkan ayat tayammum yakni “bertayammumlah kamu”. Berkatalah Usaid Ibn Hudair ini bukan berkah yang pertama kali yang datang kepada kamu hai keluarga Abu Bakar!! Selanjutnya Aisyah berkata: kemudian orang-orang pun menghalau unta yang kukendarai, maka kami pun mendapatkan rantai tersebut di bawahnya. (HR. Jammaah kecuali Turmuzi).
D.    Sebab-Sebab Yang membolehkan Tayammum
Sayyid Sabiq, ahli hukum Islam kontemporer asal Mesir berpendapat bahwa tayammum boleh dilakukan oleh orang yang musafir maupun yang mukim apabila mendapatkan sebab-sebab berikut ini:
  1. Apabila ia tidak mendapatkan air atau memperolehnya tetapi tidak cukup digunakan untuk bersuci, sesuai dengan hadis yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dan Muslim:
كنا مع رسو ل الله صلى الله عليه وسلم في سفر فصلى با الناس فإذا هو برجل معتزل فقال ما منعك أن تصلى؟ قال أصابتنى جنابة قال عليك با لصعيد فإنه يكفيك.
Ketika kami berada dalam perjalanan bersama Rasulullah Saw. Ia pun shalat bersama orang-orang. Ketika itu beliau melihat seorang lelaki mengasingkan diri, beliau pun bertanya kepadanya: apa yang menghalangimu untuk tidak melaksanakan shalat? Lelaki itu menjawab aku sedang junub dan tidak ada air. Nabi bersabda: hendaknya engkau menggunakan tanah karena itu cukup bagimu.
Namun sebelum bertayammum seseorang wajib terlebih dahulu mencari air. Apabila telah yakin bahwa air tidak ada atau ada tetapi jauh, ia tidak wajib mencarinya.
  1. Apabila ia mempunyai luka atau sakit dan khawatir jika menggunakan air penyakitnya akan bertambah atau kesembuhannya akan terhambat, baik hal itu diketahui melalui pengalaman ataupun petunjuk dokter yang dipercaya. Dasar hukum tayammum ini adalah hadis Jabir yang diriwayatkan Abu daud berikut ini:
Kami pernah melakukan suatu perjalanan, lalu salah seorang dari kami tertkena batu yang menyebabkan kepalanya robek. Orang ini bermimpi junub lalu bertanya kepada teman-temannya; apakah kalian mendapatkan keringanan bagiku untuk bertayammum? Mereka menjawab ; kami tidak mendapatkan keringanan bagimu karena kamu mampu menggunakan air. Atas jawaban teman-temannya itu orang ini mandi dan kemudian meninggal dunia. Kejadian itu terdengar oleh Nabi Saw. Lalu beliau bersabda: mereka telah membunuhnya maka Allah memurkai mereka. Mengapa mereka tidak bertanya jika memang mereka tidak tahu? Sesungguhnya obat kebodohan adalah bertanya. Sesungguhnya orang itu cukup bertayammum atau membalut lukanya dengan kain lalu mengusapnya.
  1. Apabila air sangat dingin, sedangkan ia tidak mampu menghangatkannya dan menduga jika ia menggunakannya maka akan terkena bahaya.
  2. Apabila ia dekat dengan air, tetapi jika ia takut jika diri, kehormatan, harta, atau perbekalannya terancam, dihadang oleh musuh, dipenjara, atau tidak mampu mengeluarkannya karena tidak ada alat untuk mengeluarkannya.
  3. Bila seseorang membutuhkan air untuk dirinya atau anjing peliharaannya, atau air itu digunakan untuk masak atau menghilangkan najis.
  4. Apabila ia mampu untuk menggunakan air tetapi khawatir akan kehabisan waktu shalat jika ia menggunakannya untuk berwudhu atau mandi. Dalam kondisi seperti itu ia boleh bertayammum dan melaksanakan shalat.
E.     Tayammum di Atas Pesawat
Bila kita memperhatikan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dalam madhhab Syafi’i yakni bertayammum dengan menggunakan tanah, maka menurut madhhab ini tayammum yang dilakukan di pesawat terbang dengan menggunakan kursi sebagai alatnya dianggap tidak sah.  
Dengan demikian orang yang berada dipesawat menurut Madhhab Syafi’i dihukumi sebagai orang yang kehilangan dua alat untuk bersuci (faqid al-tahurain). dalam hal ini ia tetap diwajibkan untuk mengerjakan shalat demi menghormati waktu. Imam Baijuri berkata:
Bagi orang yang tidak mendapatkan air dan tanah, maka ia harus melaksanakan shalat fardhu, demi menghormati waktu dan kemudian mengulanginya kembali jika telah mendapatkan salah satu dari keduanya.
Pendapat di atas, juga merupakan hasil keputusan muktamar Nahdatul Ulama di Yogyakarta pada tanggal 25-28. Dalam keputusan tersebut disebutkan bahwa tayammum di pesawat dengan menggunakan kursi sebagai alatnya tidak sah. Sedangkan shalatnya dilakukan semata-mata hanya untuk menghormati waktu yang ada.
Sementara bila mengikuti pendapat kalangan Hanabila yang membolehkan tayammum dengan menggunakan alat semacam pakaian, kain, rambut dan sebagainya yang mengandung debu maka dapat dikatakan bahwa tayammum dipesawat dibolehkan dan shalatnya dianggap sah. Pendapat kedua ini menjadi pilihan pendapat Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Propinsi DKI Jakarta.  
Menurut penulis dalam menyikapi hal seperti ini sebaiknya bagi mereka yang menganut mazhab Syafi’i melakukan talfiq untuk mengikuti pendapat yang membolehkan tayammum, yang diwakili oleh Hanabila. Namun yang perlu di perhatikan di sini adalah syarat dan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh madhahab hanbali yang berkaitan dengan tayammum tersebut. Menurut hemat penulis, hendaknya setiap penumpang yang ingin melakukan tayammum di pesawat terlebih dahulu memeriksa kursi pesawat. Apabila kursi tersebut mengandung debu sebagaimana yang disyaratkan ulama Hanabila maka hendaknya ia bertayammum dengan debu yang melekat pada kursi, pakaian, tas, atau barang-barang yang mengandung debu tersebut yang dibawah oleh seorang penumpang. Namun apabila kursi, pakaian, tas, dan barang-barang lainya yang dibawa oleh penumpang tersebut tidak mengandung debu, maka penulis lebih cenderung mengikuti pendapat Syafi’iyah yang mengatakan bahwa shalatnya semata-mata hanya sekedar untuk menghormati waktu yang ada dan wajib menggantinya apabila ia telah mendapatkan salah satu dari keduanya.









BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari pemaparan makalah di atas penulis dapat menyimpulkan beberapa poin di antaranya:
  1. Tayammum merupakan salah satu rukhsah yang Allah anugerahkan kepada umat Islam sebagai pengganti dari air.
  2. Seseorang dibolehkan melakukan tayammum apabila telah mendapatkan salah satu sebab yang sudah disebutkan sebelumnya.
  3. Ulama sepakat bahwa tayammum dengan menggunakan tanah murni dibolehkan sedangkan tayammum dengan menggunakan benda selain tanah masih menjadi perdebatan di antara mereka dan masing-masing mempunyai argumentasi yang kuat.
  4. Tayammum di atas pesawat kalau menurut maddhab Syafi’i tidak dibenarkan karena tidak menggunakan tanah. Sementara dalam madhhab hanbali dibolehkan apabila memenuhi ketentuan-ketentuan yang telah mereka gariskan.








DAFTAR PUSTAKA
Ø  Mahjuddin, Masailul Fiqhiyah, cet. V, Jakarta: Kalam Mulia,                
Ø  Hassan Saleh, Kajian Fiqh Nabawi & Fiqh Kontemporer, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008,
Ø  Rasyid, M. Hamdan, Fiqih Indonesia : himpunan fatwa-fatwa aktual, Jakarta: Al Mawardi Prima, 2003.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar